Oleh: Paken
Pandiangan
Pendahuluan
Dalam mempelajari
paradox kembar (The Twin Paradox) ini, kita tidak bisa terlepas dari
gagasan Michelson - Morley tentang keberadaan ether. Dan lebih khusus lagi bahwa
prinsip relativitaslah yang mengilhami sekaligus yang dapat memberi penjelasan
terhadap keragu- raguan pada paradox kembar. Istilah paradox berasal dari
bahasa Inggris yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah
"sesuatu yang kelihatannya bertentangan tetapi sebenarnya
tidak".
Michelson dan Morley
(1887) adalah dua orang sarjana Fisika berkebangsaan Amerika Serikat yang
mencoba membuktikan keberadaan ‘ether’ dengan menggunakan alat Interferometer.
Mereka mengukur waktu yang dibutuhkan cahaya untuk merambat searah dengan ether
(t1) dan cahaya merambat tegak lurus terhadap ether (t2).
Jika ether ada maka pastilah t1 selalu lebih besar dari
t2. Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa samasekali tidak terdapat
perbedaan antara t1 dan t2. Walaupun percobaan telah
dilakukan dalam posisi dan waktu yang berbeda-beda, tetapi hasilnya tetap tidak
menunjukkan perbedaan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis adanya
ether yang terdapat di setiap tempat adalah salah atau dengan kata lain bahwa di
alam ini tidak terdapat ether.
Bila kita berada dalam
mobil yang bergerak lebih cepat dibandingkan dengan mobil lain yang berada di
belakang kita, maka mobil tersebut akan terlihat seolah- olah bergerak mundur.
Padahal orang yang berada dalam mobil yang di belakang kita, sungguh- sungguh
merasa bergerak searah dengan mobil kita. Manakah yang betul? (paradox).
Ternyata kedua- duanya betul, asalkan tiap- tiap mobil itu dinyatakan dalam
kerangka acuan masing- masing. Masing- masing mobil menetapkan gerakannya
relatif terhadap dirinya sendiri. Semua gerakan itu relatif terhadap pengamat
artinya bahwa gerakan mutlak itu tidak ada.
Jika kita katakan
sesuatu bergerak, kita maksudkan kedudukannya berubah relatif terhadap sesuatu.
Misalnya, penumpang bergerak relatif terhadap pesawat, pesawat bergerak relatif
terhadap bumi, bumi bergerak relatif terhadap matahari, Matahari bergerak
relatif terhadap Galaksi dan seterusnya. Setiap kerangka yang diambil mempunyai
kesahan yang sama, walaupun kerangka yang satu dapat lebih memudahkan kita
daripada kerangka yang lain untuk suatu kasus tertentu. Misalkan kita berada
dalam kapal laut (tertutup), kita tidak dapat menentukan apakah kapalnya
bergerak dengan kecepatan tetap atau dalam keadaan diam, karena tanpa kerangka
eksternal konsep gerak itu sendiri tidak mempunyai arti. Kita juga tidak bisa
menentukan kerangka universal yang meliputi seluruh ruang.
Teori relativitas
muncul sebagai hasil analisis konsekuensi fisis yang tersirat oleh ketiadaan
kerangka acuan universal. Teori relativitas khusus dikembangkan oleh Albert
Einstein tahun 1905, mempersoalkan kerangka acuan universal yang
merupakan kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap terhadap kerangka
lainnya. Apabila hukum- hukum fisika itu mempunyai bentuk- bentuk yang berlainan
bagi pengamat lain yang bergerak relatif, maka harus dinyatakan mana pengamat
‘diam’ dan mana pengamat ‘bergerak’. Karena tidak adanya kerangka acuan mutlak,
maka pernyataan tersebut tidak benar, sehingga muncullah 2 buah postulat
Einstein yaitu;
-
Bila dua buah sistem bergerak lurus beraturan relatif satu sama lain, maka semua peristiwa yang terjadi pada sistem yang satu berlangsung sama pada sistem yang lain.
Misalnya jika kita melakukan percobaan yang sama; satu dilakukan di atas kereta dan yang lain di rumah. Kita akan mendapat hasil yang sama, dan tidak ada alasan untuk menganggap bahwa sistem yang satu dalam keadaan bergerak sedang sistem yang lain dalam keadaan diam. -
Kecepatan cahaya adalah sama dalam segala arah, tidak bergantung pada sumber cahaya maupun pengamatnya.
Misalkan di dalam kereta api yang bergerak dengan kecepatan 100 km/jam ada penumpang yang berjalan searah kereta api dengan kecepatan 5 km/jam terhadap kereta api. Umumnya kita katakan bahwa orang tersebut bergerak dengan kecepatan (100 + 5) = 105 km/jam terhadap stasiun. Ternyata hal ini tidak berlaku jika orang tadi diganti dengan kedipan cahaya yang kecepatannya . Dari hasil percobaan Michelson dan Morley kita amati bahwa kecepatan cahaya dalam segala arah (sejajar atau tegak lurus) adalah sama. Dengan kata lain kecepatan cahaya adalah sama untuk semua arah dan ini juga berlaku di tempat- tempat lain di alam semesta; artinya kecepatan cahaya tidak tergantung pada gerak sumber cahaya maupun pengamatnya.
Postulat II Einstein
berlawanan dengan kenyataan sehari- hari, seperti yang telah diperlihatkan oleh
kecepatan orang yang berjalan dalam kereta api. Bila kereta api bergerak dengan
kecepatan V1 dan orang di dalam kereta api bergerak dengan kecepatan
V2 dan searah kereta api, maka kecepatan orang terhadap tanah adalah
V = V1 + V2. Ini adalah cara penjumlahan yang dilakukan
oleh mekanika klasik versi Newton. Namun menurut Einstein perumusan newton
tersebut hanya terbatas pada benda- benda yang berkecepatan rendah. Penjumlahan
kecepatan benda- benda yang mendekati kecepatan cahaya adalah:
Dari perumusan Einstein
terlihat jelas, bila orang yang berjalan dalam kereta api diganti dengan kedipan
cahaya yang kecepatannya c maka kecepatan cahaya terhadap tanah
adalah:
demikian juga halnya
dengan kecepatan yang << c, maka rumus Einstein akan sama dengan perumusan
Newton, yang berarti bahwa perumusan Einstein berlaku digunakan kapan saja dan
dimana saja tanpa bertentangan dengan hukum- hukum Fisiska yang lain.
Aturan penjumlahan
kecepatan ini hanyalah merupakan sebuah kuantitas untuk menerangkan tentang
paradox kembar. Besaran lain yang tak kalah penting dalam menerangkan paradox
kembar ini adalah kontraksi Lorentz atau kontraksi panjang (length
Contraction), pemuluran waktu (time dilation)
serta efek Doppler (Doppler effect) yang mempunyai
penjelasan khusus secara lebih mendalam.
Rumusan
Masalah
Dalam tulisan ini
masalah yang akan dibahas akan dirumuskan dalam 3 jenis yaitu:
- Mengapa terjadi kontraksi panjang dalam pengukuran ?
- Apakah selang waktu yang diamati pada saat benda diam sama atau berbeda dengan waktu benda bergerak ?
- Mungkinkah paradox kembar disebabkan oleh pengaruh kerelativitasan kontraksi panjang dan dilatasi waktu ?
Adapun tujuan dari
penulisan artikel ini adalah untuk memberikan informasi tambahan kepada
mahasiswa supaya dapat memecahkan persoalan paradox pengalaman sehari- hari
untuk mencari letak perbedaan panjang suatu benda jika diamati pada waktu diam
maupun pada waktu bergerak serta waktu yang dimiliki oleh suatu benda berbeda
pada saat diam dan pada saat bergerak. Di samping itu juga paradox ini telah
membingungkan banyak kalangan, karena adanya kontradiksi antara dunia pengalaman
kita sehari- hari dengan kenyataan yang sesungguhnya terjadi. Oleh sebab itu,
dalam tulisan ini penulis mencoba memberi paparan yang sederhana dengan meninjau
gerakan suatu benda dari perspektif relativitas.
Kerangka
Teoritik
Pada gambar di bawah
ini dilukiskan dua kerangka acuan. Sistem koordinat X Y Z dengan titik awal O,
disebut kerangka acuan S. Sistem koordinat X’ Y’ Z’ dengan titik awal O’ disebut
kerangka acuan S’. S’ bergerak dengan kecepatan konstan v sepanjang sumbu X
(atau X’) relatif terhadap S.
Gb.1.
Sistem Koordinat Kerangka Acuan S Dan S’
pada tiap kerangka
acuan, kita anggap ada beberapa pengamat yang membawa peralatan stik meter dan
jam yang identik satu sama lain. Untuk mudahnya kita pilih keadaan yang
menunjukkan titik awal kedua kerangka acuan berimpit pada saat t = t’ = 0. Kita
anggap bahwa selang waktu yang digunakan oleh pengamat pada saat S sama dengan
yang digunakan oleh pengamat pada S’. Tetapi setelah selang waktu t’ titik O’
berada sejauh l di kanan titik O maka akan berlaku
l = n t’
...................(1)
Misalkan sebuah titik P
berada pada sumbu X hubungan transformasi koordinat titik P dari titik O dan O’
adalah
Kita dapat menganggap
bahwa acuan yang bergerak bukanlah acuan S’ terhadap acuan S, melainkan acuan S
terhadap S’ dengan kecepatan v ke arah sumbu (-). Maka transformasi baliknya
adalah
Tansformasi inilah yang
dinamakan "Transformasi Galileo- Galilei".
Persamaan (2) dan (3)
diperoleh dengan menganggap selang waktu t yang diamati oleh pengamat di S sama
dengan selang waktu yang diamati oleh pengamat S’. Berdasarkan teori relativitas
Einstein, hal ini tidak benar. Sebab jika t yang diamati oleh pengamat di S
berbeda dengan t’ yang diamati oleh pengamat di S’, maka hubungan
transformasinya akan mengandung suatu tetapan g yang dinamakan Tatapan
Transformasi Lorentz.
Jadi
sedangkan transformasi
baliknya adalah
dengan mensubstitusi
persamaan (5) ke dalam persamaan (4) akan diperoleh tetapan transformasi g
sebesar
jika kita perhatikan
dari rumus (6) ternyata harga g ³ 1. Tetapan inilah nantinya yang dapat
mempengaruhi gerakan suatu benda apabila kecepatannya mendekati kecepatan cahaya
c; sehingga panjang maupun waktu yang dimiliki suatu benda akan berbeda pada
saat benda itu diam dan saat benda tersebut bergerak.
Kontraksi Panjang
(length contraction)
Pada Gb.1 pengamat pada kerangka
acuan S dan S’ dilengkapi dengan stik meter dan jam yang mempunyai pengukuran
sama ketika diamati pada saat diam. Setelah kerangka acuan S’ bergerak dengan
kecepatan v ke arah sumbu X’ atau X, dilakukan pengukuran panjang tongkat oleh
pengamat di S dan S’. Ternyata hasil pengukuran kedua pengamat itu tidak sama.
Ini bererti bahwa ukuran panjang suatu benda bergantung pada kerangka acuan
tempat pengamat berada. Mana yang benar ? (di sini terjadi paradox), panjang
yang diukur oleh pengamat S dan S’ ? Kedua- duanya benar sebab keduanya
menyatakan dua keadaan yang berbeda. Panjang benda akan kelihatan lebih panjang
bila diukur oleh pengamat yang diam terhadap benda. Panjang benda yang diukur
oleh
pengamat yang diam
inilah yang disebut panjang diri (proper length). Sedangkan panjang benda
yang diamati oleh pengamat yang bergerak relatif terhadap benda akan tampak
lebih pendek. Peristiwa demikianlah yang disebut Kontraksi Panjang atau sering
disebut sebagai "Pengerutan Lorentz FitzGerald".
Untuk mengukur panjang
dari sebuah benda oleh pengamat di kerangka acuan S dan S’ (mencari hubungan
antara L’ dan Lo), perhatikanlah Gb.2 berikut ini.
Gb.2. Panjang dari
sebuah benda oleh pengamat di S dan S’
Dari Gb.2 akan dicari
hubungan antara Lo dan L’ dengan menggunakan transformasi Lorentz,
diperoleh
dengan Lo = Panjang
diri
L’ = Panjang yang
diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap benda dengan kecepatan
v.
Dari persamaan (6)
terlihat bahwa hubungan antara Lo dan L’ ditentukan oleh g . Karena nilai g ³ 1
atau harga
£ 1 , maka L’ <
Lo.
Contoh
1
Sebuah pesawat ruang
angkasa diukur panjangnya 100 m ketika berada dalam keadaan diam terhadap
seorang pengamat. Jika pesawat terbang terhadap pengamat dengan kecepatan 0,8c ,
berapa panjang pesawat yang bergerak menurut pengamat yang diam ?.
Penyelesaian
Panjang benda yang
diukur oleh pengamat yang diam terhadap benda (panjang sebenarnya) Lo = 100 m.
Panjang benda yang bergerak (v = 0,8c) diukur oleh pengamat yang diam L’ akan
lebih pendek, sesuai dengan persamaan (6).
= =
.
Pemuluran Waktu (Time
Dilation)
Kita perhatikan Gb.1,
berapa lamakah selang waktu yang diamati oleh pengamat di S dan S’ ? Apakah
pengukuran selang waktu tersebut sama ? Hasilnya ternyata tidak sama. Kejadian
ini menunjukkan bahwa selang waktu suatu peristiwa bergantung pada kerangka
acuan tempat pengamat berada. Manakah yang benar, selang waktu yang diukur oleh
pengamat di S atau S’ ? Kedua- duanya benar sebab keduanya menyatakan keadaan
yang berbeda. Selang waktu akan lebih singkat bila diamati oleh pengamat yang
diam terhadap kejadian. Peristiwa perbedaan waktu inilah yang disebut pemuluran
waktu (time dilation), yaitu waktu yang diamati oleh pengamat yang
bergerak terhadap kejadian seolah- olah mulur.
Pengamat di S mengamati
kejadian dalam selang waktu , sedang pengamat di S’ mengamati kejadian tersebut
dalam selang waktu .
Hubungan D t dan D t’
diturunkan dari transformasi Lorentz pada persamaan (5) yaitu:
dengan memasukkan harga
g , maka diperoleh
dengan D t = waktu diri
(propet time)
D t’= selang waktu yang
diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap kejadian dengan kecepatan
v.
contoh
2
Dua orang anak kembar A
(pria) dan B(wanita) berpisah pada umur 20 tahun. A pergi mengembara ke suatu
bintang berjarak 20 tahun cahaya dengan mengendarai roket berkecepatan 0,8c.
Kemudian A kembali ke bumi pada saat B merayakan ulang tahunnya yang ke- 70.
Pada saat itu umur A adalah ......
penyelesaian
Umur B di Bumi yang
bergerak terhadap A telah bertambah sebanyak D t’ = (70-20) = 50 tahun. Jadi
umur A yang diam terhadap roket akan bertambah sesuai dengan waktu diri D t
seperti pada persamaan (7).
Efek Doppler (Doppler
Effect)
Jika kita mendekati
sumber bunyi atau sumber bunyi mendekati kita maka akan terjadi "Penambahan
Tinggi Nada". Tetapi jika kita menjauhi sumber bunyi atau sumber bunyi yang
menjauhi kita akan terjadi "Penurunan Tinggi Nada". Perubahan frekwensi ini
merupakan efek Doppler yang asal- usulnya dapat kita cari secara langsung.
Misalnya, gelombang berturutan yang dipancarkan oeh sumber yang bergerak ke arah
pengamat lebih berdekatan daripada normal karena majunya sumber tersebut, dan
karena jaraknya adalah panjang gelombang bunyi, maka frekwensinya akan menjadi
lebih tinggi. Hubungan antara frekwensi sumber fo dan frekwensi pengamat f
adalah
di sini c menyatakan
kelajuan bunyi, v kelajuan pengamat (+ jika ia bergerak ke arah sumber dan -
jika ia menjauhi sumber), V kelajuan sumber (+ jika bergerak ke arah pengamat
dan - jika bergerak menjauhinya). Jika pengamat dalam keadaan diam, v = 0, dan
jika sumbernya diam V = 0.
Efek Doppler untuk bunyi,
perubahannya tergantung pada jenis sumbernya, atau pengamatnya atau keduanya
bergerak yang seakan- akan bertentangan dengan prinsip relativitas: semuanya
hanya bergantung dari gerak relatif antara sumber dan pengamat. Tetapi gelombang
bunyi hanya terjadi dalam medium materi seperti udara atau air, dan mediumnya
itu sendiri merupakan kerangka acuan; terhadap kerangka ini gerak sumber dan
pengamat dapat diamati dan diukur. Jadi tidak ada kontradiksi. Dalam kasus
cahaya, tidak berkaitan dengan medium dan hanya gerak relatif antara sumber dan
pengamat saja yang berarti. Jadi efek Doppler dalam cahaya harus berbeda dengan
efek tersebut dalam bunyi.
Kita dapat menganalisa
efek Doppler cahaya dengan memandang sumber cahaya sebagai lonceng yang berdetik
fo kali per detik dan memancarkan cahaya setiap tik seperti terlihat
pada Gb.3 berikut ini.
(a)
(b) (c)
Gb.3. Frekwensi
cahaya dalam efek Doppler
(a). Pengamat
bergerak tegak lurus antara dirinya dengan sumber cahaya. waktu diri antara
tik adalah t0 = 1/fo, sehingga antara suatu tik dengan tik
berikutnya terdapat selang waktu sebesar dalam kerangka acuan
pengamat. Jadi frekwensi cahaya yang teramati
(b) Pengamat
menjauhi sumber cahaya. Sekarang pengamat menempuh jarak vt menjauhi sumber
antara dua tik; ini berarti cahaya dari suatu tik tertentu mengambil waktu vt /
c lebih panjang untuk sampai kepadanya dibandingkan dengan sebelumnya. Jadi
waktu total antara kedatangan gelombang yang berturutan adalah
Frekwensi yang teramati
f lebih rendah daripada frekwensi sumber fo. Hal ini tidak sama
dengan kasus gelombang bunyi yang menjalar relatif terhadap medium; dalam hal
cahaya tidak terdapat perbedaan apakah pengamatnya menjauhi sumber atau
sumbernya yang menjauhi pengamat.
(c). Pengamat
mendekati sumber cahaya. Pengamatnya dalam hal ini menempuh jarak vt menuju
sumber antara tik, sehingga masing- masing gelombang cahaya mengambil vt/c lebih
sedikit waktu untuk datang daripada yang sebelumnya. Dalam kasus ini T = t -
vt/c dan hasilnya adalah
Frekwensi yang teramati
lebih tinggi daripada frekwensi sumber. Rumusan yang sama berlaku juga untuk
gerak sumber mendekati pengamat.
Persamaan (11) dan
persamaan (10) dapat digabung dalam satu rumusan yang kita kenal dengan ‘Efek
Doppler Longitudinal Cahaya’ yang besarnya adalah
........................................(12)
dengan mengambil
konvensi f (+) untuk sumber dan pengamat saling mendekat dan (-) untuk sumber
dan pengamat saling menjauhi.
Efek Doppler cahaya
merupakan alat yang penting dalam astronomi. Bintang- bintang memancarkan cahaya
dengan frekwensi karakteristik tertentu (berbentuk garis spektrum), dan gerak
bintang yang mendekati atau menjauhi bumi terlihat sebagai pergeseran Doppler
dalam arah frekwensi itu. Garis spektrum galaksi yang jauh semuanya tergeser ke
arah frekwensi rendah sehingga biasanya disebut "Pergeseran Merah". Pergeseran
semacam itu menunjukkan bahwa galaksi- galaksi menjauhi kita dan saling menjauhi
satu sama lain. Kelajuan menjauhinya teramati secara berbanding lurus dengan
jarak; hal ini menimbulkan dugaan bahwa seluruh alam semesta mengembang. Data
yang didapat pada saat ini sesuai dengan pengembangan yang dimulai sekitar 13
biliun tahun yang lalu dengan meledaknya massa mampat dahulu kala (the "big
bang"). Gaya gravitasi memperlambat pengembangan itu, dan mungkin (datanya tidak
cukup banyak untuk menentukan) pengembangan itu terhenti. Jika hal itu terjadi
semesta mulai menciut (crunch) diikuti dengan "big bang" yang lain. Sebaliknya
jika tak terhenti pengembangan akan berlangsung selama-lamanya.
Pembahasan
Setelah kontraksi
Lorenz, pengerutan waktu dan efek Doppler dapat dijabarkan secara matematis,
sekarang kita berada dalam posisi untuk mengerti efek relativistik yang terkenal
yang disebut "Paradox Kembar". Paradox ini berkaitan dengan dua lonceng identik,
yang satu tinggal di bumi sedangkan yang lain dibawa ikut dalam perjalanan ke
ruang angkasa dengan kelajuan v, kemudian dikembalikan ke bumi. Biasanya
loncengnya diganti dengan sepasang orang kembar A (pria) dan B (wanita) seperti
sudah diungkapkan pada contoh 2; suatu penggantian yang boleh dilakukan, karena
posisi kehidupan seperti detak jantung, respirasi dan sebagainya merupakan
lonceng biologis yang keteraturannya baik.
Di sini kita akan
membahas kasus manusia kembar dalam contoh 2 dimana si kembar A pergi ketika
berumur 20 tahun dan mengembara dengan kelajuan v = 0,8c ke suatu bintang
berjarak 20 light-years, kemudian ia kembali ke bumi [satu tahun cahaya sama
dengan jarak yang ditempuh cahaya dalam satu tahun dalam ruang hampa (vacum).
Jarak itu sama dengan 9,46 x 1015 m ]. Terhadap saudara
wanitanya B yang berada di bumi, A kelihatannya hidup lebih lambat selama
perjalanan itu yang kelajuannya hanya dari B. Berarti
untuk setiap 3 kali tarikan napas yang diambil A, B mengambil 5 kali tarikan;
untuk setiap 3 suap A makan, B makan 5 suap; untuk setiap 3 hal A berpikir, B
berpikir 5 kali. Akhirnya setelah 50 tahun berlalu menurut perhitungan B (to =
2Lo/v = 50 tahun), A kembali dari perjalanan yang mengambil waktu 60 persennya,
sehingga A telah meninggalkan bumi 30 tahun lamanya dan ia kini berumur 50
tahun, sedangkan B berumur 70 tahun.
Di manakah letak
paradoxnya ? Jika kita periksa situasinya dari pandangan A yang berada dalam
roket, B berada dalam keadaan gerak dengan kelajuan 0,8c. Jadi kita bisa
mengharapkan B berumur 50 tahun ketika roket kembali ke bumi, sedangkan A
berumur 70 tahun. Ternyata hasil sebaliknya yang kita dapatkan.
Pemecahan paradox ini
tergantung dari asimetri kehidupan orang kembar itu. Kembar B seluruh waktunya
berada dalam kerangka inersial, sehingga B boleh memakai rumusan pemuaian waktu
untuk seluruh perjalanan A (kecuali untuk periode percepatan ketika A membalik
roketnya, tetapi kita bisa menganggap periode ini jauh sangat kecil). Kembar A,
sebaliknya, harus berubah dari satu kerangka inersial ke kerangka inersial lain
ketika A membalik roketnya, sehingga pemakaian rumus itu oleh A hanya sah ketika
dalam perjalanan menjauhi bumi. Jadi kesimpulan B yang benar, yaitu A akan lebih
muda ketika ia kembali.
Jika kita ingin
memandang perjalanan A dari sudut pandang A sendiri, kita harus memperhitungkan
pengerutan Lorentz jarak ke bintang.
Selang waktu untuk
melakukan perjalanan ke bintang adalah L’/v = 12 thn chy / 0,8c = 15 tahun, dan
selang waktu untuk kembali ke bumi juga sama dengan 15 tahun. Jadi bagi A
seluruh perjalanan ditempuh dalam waktu 30 tahun, dan ia berumur 50 tahun ketika
ia kembali ke bumi seperti yang diharapkan oleh saudara kembarnya B. Tentu saja
umur A tidak akan diperpanjang terhadap dirinya, karena bagaimanapun panjangnya
30 tahun dalam roket menurut saudaranya B yang berada di bumi, tetap saja 30
tahun bagi dirinya.
Paradox kembar telah
menimbulkan kebingungan yang lebih banyak daripada hasil relativitas khusus
lainnya, walaupun demikian hasil tersebut sama konsistennya dengan postulat
relativitas. Supaya kita puas, marilah kita bayangkan masing- masing orang
kembar itu mengirimkan sinyal radio satu kali setiap tahun selama perjalanan A,
sehingga mereka dapat merunut proses bertambah tuanya masing- masing. Dalam
perjalanan ke bintang, A dan B terpisah dengan kelajuan 0,8c , dan dengan
pertolongan penalaran yang dipakai untuk menganalisa efek Doppler kita dapatkan
bahwa masing- masing menerima sinyal tahun periodenya,
karena t0 = 1 tahun. Dalam perjalanan pulang, A dan B saling
mendekati dengan kelajuan yang sama, dan masing- masing menerima sinyal lebih
sering, dengan tahun periodenya.
Dalam waktu 15 tahun
(menurut perhitungan A) dalam perjalanan ke bintang, A menerima 15/3 = 5 sinyal
dari saudaranya B. Dalam 15 tahun perjalanan kembalinya, A menerima 15/(1/3) =
45 sinyal dari B, sehingga ia menyimpulkan bahwa saudaranya di bumi telah
bertambah umurnya sebanyak 5+45 = 50 tahun. Hasil itu sesuai dengan hasil
menurut B. Keduanya menyetujui hasil yang menyatakan bahwa B berumur 70 tahun
pada saat akhir perjalanan A.
Bagaimana dengan sinyal
yang dikirim A ? Dalam kerangka B, saudaranya memerlukan waktu Lo/v =
20 thn chy / 0,8c = 25 tahun untuk perjalanan ke bintang. Karena bintang itu 20
tahun cahaya jauhnya , B terus menerima sinyal A dengan kelajuan satu kali
setiap 3 tahun untuk 20 tahun lamanya sehingga A sampai ke bintang itu. Jadi B
menerima sinyal dengan selang waktu 3 tahun selama 25 + 20 = 45 tahun, sehingga
jumlahnya 45/3 = 15 sinyal. Kemudian untuk sisa waktu 5 tahun dalam perjalanan
yang memakan waktu 50 tahun menurut B, sinyal tersebut datang dalam selang waktu
yang pendek tahun, sehingga jumlah sinyalnya sinyal. Seluruh sinyal
yang diterima oleh B di bumi adalah 15 +15 = 30 sinyal dan B menyimpulkan bahwa
saudaranya A telah bertambah umurnya 30 tahun selama perjalanannya sesuai dengan
perhitungan A sendiri. Sehingga A betul- betul 20 tahun lebih muda dari B pada
akhir perjalanan itu, seperti yang diramalkan B berdasarkan pemuluran
waktu.
Berdasarkan
rumusan-rumusan relativitas, di sini akan diperlihatkan bagaimana kelajuan gerak
suatu benda dapat mempengaruhi pertambahan umur seseorang seperti kasus si
kembar tersebut. Untuk lebih meyakinkan kita akan pengaruh tersebut marilah kita
perhatikan tabel di bawah ini:
No
|
bila
kelajuan A (c)
|
pertambahan umur A terhadap umur B (%)
|
saat B
berumur 70 thn, maka A berumur (thn)
|
1
|
0,1
|
|
69,75
|
2
|
0,2
|
97,98
|
68,99
|
3
|
0,3
|
95,39
|
67,70
|
4
|
0,4
|
91,65
|
65,82
|
5
|
0,5
|
86,60
|
63,30
|
6
|
0,6
|
80,00
|
60,00
|
7
|
0,7
|
71,41
|
57,20
|
8
|
0,8
|
60,00
|
50,00
|
9
|
0,9
|
43,59
|
57,20
|
10
|
1,0
|
0
|
20
|
11
|
1,1
|
48.,82
i
|
20+ 45, 82
i
|
Terlihat dari tabel
bahwa semakin besar kecepatan A (VA = 0,1 c - 0,9 c) , pertambahan
umurnya semakin sedikit. Tetapi jika VA = c umur A tidak akan
bertambah, artinya bahwa di alam semesta ini tak satu materipun yang dapat
bergerak sebesar kecepatan cahaya, bahkan partikel-partikel seperti elektron,
proton, muon, quark dan partikel- partikel mikro lainnya hanya bisa bergerak
dengan kecepatan 0,998 c . Andai kata A bisa bergerak dengan kecepatan c berarti
A akan dapat hidup kembali kemasa lalu. Begitu juga halnya jika VA > c yang
terjadi adalah bahwa pertambahan umur A akan bersifat imajiner (i), bila hal itu
terjadi berarti A akan dapat hidup kemasa depan.
Apa yang terjadi
sehingga A lebih muda dari B ? Satu- satunya jawaban adalah cara kerja alam
semesta. Kita bisa meninjau dari pandangan bahwa semua kejadian terdapat dalam
kontinum berdimensi - empat yang disebut ruang - waktu dengan tiga koordinat
X,Y,Z untuk ruang dan koordinat keempat ict mengacu pada waktu Di sini kita
bisa meninjau lintasan si kembar dalam ruang-waktu secara geometris dan sampai
pada kesimpulan seperti tadi, hanya lebih mendalam (more profoundly) dan lebih
indah (more elegantly). Tetapi ruang-waktu hanyalah suatu cara untuk memberi
kenyataan, sama seperti postulat Einstein juga. Proses penuaan yang asimetrik
dari sikembar merupakan akibat dari hukum alam, sama seperti dunia pengalaman
kita sehari- hari.
Kesimpulan
-
Relativitas timbul dari kenyataan bahwa:
Sistem yang bergerak lurus beraturan pada dua buah benda bersifat relatif satu terhadap yang lainnya. Kecepatan perambatan cahaya dalam ruang hampa adalah sama dalam segala arah dan tidak tergantung pada sumber cahaya maupun pengamatnya
-
Panjang benda yang diukur oleh pengamat yang diam terhadap benda akan menjadi lebih panjang, sedangkan panjang benda yang diamati oleh pengamat yang bergerak relatif terhadap benda akan menjadi lebih pendek.
-
Selang waktu bila diamati oleh pengamat yang diam terhadap kejadian akan lebih singkat, sedangkan selang waktu akan lebih panjang bila diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap peristiwa.
-
Efek Doppler untuk bunyi perubahannya tergantung pada jenis sumbernya dan hanya terjadi dalam medium materi yang sekaligus bertindak sebagai kerangka acuan, sedangkan efek Doppler untuk cahaya tidak berkaitan dengan medium dan hanya gerak relatif antara sumber dan pengamat saja yang diperhitungkan.
-
Selang waktu dalam paradox kembar merupakan fungsi dari kecepatan. Semakin cepat gerakan suatu benda (mendekati kecepatan cahaya), maka pertambahan waktu yang dimilikinya akan semakin kecil.
-
Paradox kembar timbul dari efek relativitas yang ditinjau dari pandangan bahwa semua peristiwa yang terjadi pada alam semesta ini bekerja pada kontinum berdimensi empat yaitu ruang-waktu. Namun ruang-waktu hanyalah suatu cara untuk memberi kenyataan bahwa proses penuaan yang asimetrik dari sikembar merupakan akibat dari hukum alam.
Daftar
Kepustakaan
1. Schwartz. H. M.,
1986, Introduction to Special Relativity, New York:
McGraw-Hill.
2. Beiser, A., 1983,
Concepts of Modern Physics, New York: McGraw-Hill,inc.
3. Alonso-Finn, 1982,
Physics, New York: Addison-Wesley Publishing Company.
4. Wangsness, R. K.,
1979, Electromagnetics Fields, New York: John Wiley &
Sons.
5. Yarif, A., 1982,
Theory and Application of Quantum Mechanics, New York: John Wiley
& Sons.
6. Einstein, A., 1951,
The Meaning of Relativity, New York, USA: Crown Publisher,
Inc.
No comments:
Post a Comment