Tuesday, November 5, 2013

PARADOX KEMBAR DALAM TEORI RELATIVITAS



Oleh: Paken Pandiangan
Pendahuluan
Dalam mempelajari paradox kembar (The Twin Paradox) ini, kita tidak bisa terlepas dari gagasan Michelson - Morley tentang keberadaan ether. Dan lebih khusus lagi bahwa prinsip relativitaslah yang mengilhami sekaligus yang dapat memberi penjelasan terhadap keragu- raguan pada paradox kembar. Istilah paradox berasal dari bahasa Inggris yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah "sesuatu yang kelihatannya bertentangan tetapi sebenarnya tidak".
Michelson dan Morley (1887) adalah dua orang sarjana Fisika berkebangsaan Amerika Serikat yang mencoba membuktikan keberadaan ‘ether’ dengan menggunakan alat Interferometer. Mereka mengukur waktu yang dibutuhkan cahaya untuk merambat searah dengan ether (t1) dan cahaya merambat tegak lurus terhadap ether (t2). Jika ether ada maka pastilah t1 selalu lebih besar dari t2. Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa samasekali tidak terdapat perbedaan antara t1 dan t2. Walaupun percobaan telah dilakukan dalam posisi dan waktu yang berbeda-beda, tetapi hasilnya tetap tidak menunjukkan perbedaan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis adanya ether yang terdapat di setiap tempat adalah salah atau dengan kata lain bahwa di alam ini tidak terdapat ether.
Bila kita berada dalam mobil yang bergerak lebih cepat dibandingkan dengan mobil lain yang berada di belakang kita, maka mobil tersebut akan terlihat seolah- olah bergerak mundur. Padahal orang yang berada dalam mobil yang di belakang kita, sungguh- sungguh merasa bergerak searah dengan mobil kita. Manakah yang betul? (paradox). Ternyata kedua- duanya betul, asalkan tiap- tiap mobil itu dinyatakan dalam kerangka acuan masing- masing. Masing- masing mobil menetapkan gerakannya relatif terhadap dirinya sendiri. Semua gerakan itu relatif terhadap pengamat artinya bahwa gerakan mutlak itu tidak ada.
Jika kita katakan sesuatu bergerak, kita maksudkan kedudukannya berubah relatif terhadap sesuatu. Misalnya, penumpang bergerak relatif terhadap pesawat, pesawat bergerak relatif terhadap bumi, bumi bergerak relatif terhadap matahari, Matahari bergerak relatif terhadap Galaksi dan seterusnya. Setiap kerangka yang diambil mempunyai kesahan yang sama, walaupun kerangka yang satu dapat lebih memudahkan kita daripada kerangka yang lain untuk suatu kasus tertentu. Misalkan kita berada dalam kapal laut (tertutup), kita tidak dapat menentukan apakah kapalnya bergerak dengan kecepatan tetap atau dalam keadaan diam, karena tanpa kerangka eksternal konsep gerak itu sendiri tidak mempunyai arti. Kita juga tidak bisa menentukan kerangka universal yang meliputi seluruh ruang.
Teori relativitas muncul sebagai hasil analisis konsekuensi fisis yang tersirat oleh ketiadaan kerangka acuan universal. Teori relativitas khusus dikembangkan oleh Albert Einstein tahun 1905, mempersoalkan kerangka acuan universal yang merupakan kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap terhadap kerangka lainnya. Apabila hukum- hukum fisika itu mempunyai bentuk- bentuk yang berlainan bagi pengamat lain yang bergerak relatif, maka harus dinyatakan mana pengamat ‘diam’ dan mana pengamat ‘bergerak’. Karena tidak adanya kerangka acuan mutlak, maka pernyataan tersebut tidak benar, sehingga muncullah 2 buah postulat Einstein yaitu;

  1. Bila dua buah sistem bergerak lurus beraturan relatif satu sama lain, maka semua peristiwa yang terjadi pada sistem yang satu berlangsung sama pada sistem yang lain.
    Misalnya jika kita melakukan percobaan yang sama; satu dilakukan di atas kereta dan yang lain di rumah. Kita akan mendapat hasil yang sama, dan tidak ada alasan untuk menganggap bahwa sistem yang satu dalam keadaan bergerak sedang sistem yang lain dalam keadaan diam.
  2. Kecepatan cahaya adalah sama dalam segala arah, tidak bergantung pada sumber cahaya maupun pengamatnya.
    Misalkan di dalam kereta api yang bergerak dengan kecepatan 100 km/jam ada penumpang yang berjalan searah kereta api dengan kecepatan 5 km/jam terhadap kereta api. Umumnya kita katakan bahwa orang tersebut bergerak dengan kecepatan (100 + 5) = 105 km/jam terhadap stasiun. Ternyata hal ini tidak berlaku jika orang tadi diganti dengan kedipan cahaya yang kecepatannya . Dari hasil percobaan Michelson dan Morley kita amati bahwa kecepatan cahaya dalam segala arah (sejajar atau tegak lurus) adalah sama. Dengan kata lain kecepatan cahaya adalah sama untuk semua arah dan ini juga berlaku di tempat- tempat lain di alam semesta; artinya kecepatan cahaya tidak tergantung pada gerak sumber cahaya maupun pengamatnya.
Postulat II Einstein berlawanan dengan kenyataan sehari- hari, seperti yang telah diperlihatkan oleh kecepatan orang yang berjalan dalam kereta api. Bila kereta api bergerak dengan kecepatan V1 dan orang di dalam kereta api bergerak dengan kecepatan V2 dan searah kereta api, maka kecepatan orang terhadap tanah adalah V = V1 + V2. Ini adalah cara penjumlahan yang dilakukan oleh mekanika klasik versi Newton. Namun menurut Einstein perumusan newton tersebut hanya terbatas pada benda- benda yang berkecepatan rendah. Penjumlahan kecepatan benda- benda yang mendekati kecepatan cahaya adalah:
Image19.gif (1144 bytes)
Dari perumusan Einstein terlihat jelas, bila orang yang berjalan dalam kereta api diganti dengan kedipan cahaya yang kecepatannya c maka kecepatan cahaya terhadap tanah adalah:
Image20.gif (1453 bytes)
demikian juga halnya dengan kecepatan yang << c, maka rumus Einstein akan sama dengan perumusan Newton, yang berarti bahwa perumusan Einstein berlaku digunakan kapan saja dan dimana saja tanpa bertentangan dengan hukum- hukum Fisiska yang lain.
Aturan penjumlahan kecepatan ini hanyalah merupakan sebuah kuantitas untuk menerangkan tentang paradox kembar. Besaran lain yang tak kalah penting dalam menerangkan paradox kembar ini adalah kontraksi Lorentz atau kontraksi panjang (length Contraction), pemuluran waktu (time dilation) serta efek Doppler (Doppler effect) yang mempunyai penjelasan khusus secara lebih mendalam.

Rumusan Masalah
Dalam tulisan ini masalah yang akan dibahas akan dirumuskan dalam 3 jenis yaitu:
  1. Mengapa terjadi kontraksi panjang dalam pengukuran ?
  2. Apakah selang waktu yang diamati pada saat benda diam sama atau berbeda dengan waktu benda bergerak ?
  3. Mungkinkah paradox kembar disebabkan oleh pengaruh kerelativitasan kontraksi panjang dan dilatasi waktu ?
Adapun tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memberikan informasi tambahan kepada mahasiswa supaya dapat memecahkan persoalan paradox pengalaman sehari- hari untuk mencari letak perbedaan panjang suatu benda jika diamati pada waktu diam maupun pada waktu bergerak serta waktu yang dimiliki oleh suatu benda berbeda pada saat diam dan pada saat bergerak. Di samping itu juga paradox ini telah membingungkan banyak kalangan, karena adanya kontradiksi antara dunia pengalaman kita sehari- hari dengan kenyataan yang sesungguhnya terjadi. Oleh sebab itu, dalam tulisan ini penulis mencoba memberi paparan yang sederhana dengan meninjau gerakan suatu benda dari perspektif relativitas.
Kerangka Teoritik
Pada gambar di bawah ini dilukiskan dua kerangka acuan. Sistem koordinat X Y Z dengan titik awal O, disebut kerangka acuan S. Sistem koordinat X’ Y’ Z’ dengan titik awal O’ disebut kerangka acuan S’. S’ bergerak dengan kecepatan konstan v sepanjang sumbu X (atau X’) relatif terhadap S.
Image1.gif (2394 bytes)
Gb.1. Sistem Koordinat Kerangka Acuan S Dan S’

pada tiap kerangka acuan, kita anggap ada beberapa pengamat yang membawa peralatan stik meter dan jam yang identik satu sama lain. Untuk mudahnya kita pilih keadaan yang menunjukkan titik awal kedua kerangka acuan berimpit pada saat t = t’ = 0. Kita anggap bahwa selang waktu yang digunakan oleh pengamat pada saat S sama dengan yang digunakan oleh pengamat pada S’. Tetapi setelah selang waktu t’ titik O’ berada sejauh l di kanan titik O maka akan berlaku
l = n t’ ...................(1)
Misalkan sebuah titik P berada pada sumbu X hubungan transformasi koordinat titik P dari titik O dan O’ adalah
Image21.gif (1041 bytes)
Image22.gif (1026 bytes)
maka transformasin Lorentznya menjadi
Image23.gif (1458 bytes)
Kita dapat menganggap bahwa acuan yang bergerak bukanlah acuan S’ terhadap acuan S, melainkan acuan S terhadap S’ dengan kecepatan v ke arah sumbu (-). Maka transformasi baliknya adalah
Image24.gif (1050 bytes)
Tansformasi inilah yang dinamakan "Transformasi Galileo- Galilei".

Persamaan (2) dan (3) diperoleh dengan menganggap selang waktu t yang diamati oleh pengamat di S sama dengan selang waktu yang diamati oleh pengamat S’. Berdasarkan teori relativitas Einstein, hal ini tidak benar. Sebab jika t yang diamati oleh pengamat di S berbeda dengan t’ yang diamati oleh pengamat di S’, maka hubungan transformasinya akan mengandung suatu tetapan g yang dinamakan Tatapan Transformasi Lorentz.
Jadi
Image25.gif (1713 bytes)
sedangkan transformasi baliknya adalah
Image26.gif (1705 bytes)
dengan mensubstitusi persamaan (5) ke dalam persamaan (4) akan diperoleh tetapan transformasi g sebesar
Image27.gif (1373 bytes)
jika kita perhatikan dari rumus (6) ternyata harga g ³ 1. Tetapan inilah nantinya yang dapat mempengaruhi gerakan suatu benda apabila kecepatannya mendekati kecepatan cahaya c; sehingga panjang maupun waktu yang dimiliki suatu benda akan berbeda pada saat benda itu diam dan saat benda tersebut bergerak.
Kontraksi Panjang (length contraction)
Pada Gb.1 pengamat pada kerangka acuan S dan S’ dilengkapi dengan stik meter dan jam yang mempunyai pengukuran sama ketika diamati pada saat diam. Setelah kerangka acuan S’ bergerak dengan kecepatan v ke arah sumbu X’ atau X, dilakukan pengukuran panjang tongkat oleh pengamat di S dan S’. Ternyata hasil pengukuran kedua pengamat itu tidak sama. Ini bererti bahwa ukuran panjang suatu benda bergantung pada kerangka acuan tempat pengamat berada. Mana yang benar ? (di sini terjadi paradox), panjang yang diukur oleh pengamat S dan S’ ? Kedua- duanya benar sebab keduanya menyatakan dua keadaan yang berbeda. Panjang benda akan kelihatan lebih panjang bila diukur oleh pengamat yang diam terhadap benda. Panjang benda yang diukur oleh

pengamat yang diam inilah yang disebut panjang diri (proper length). Sedangkan panjang benda yang diamati oleh pengamat yang bergerak relatif terhadap benda akan tampak lebih pendek. Peristiwa demikianlah yang disebut Kontraksi Panjang atau sering disebut sebagai "Pengerutan Lorentz FitzGerald".
Untuk mengukur panjang dari sebuah benda oleh pengamat di kerangka acuan S dan S’ (mencari hubungan antara L’ dan Lo), perhatikanlah Gb.2 berikut ini.

Image2.gif (3392 bytes)
Gb.2. Panjang dari sebuah benda oleh pengamat di S dan S’

Dari Gb.2 akan dicari hubungan antara Lo dan L’ dengan menggunakan transformasi Lorentz, diperoleh
Image28.gif (2817 bytes)
dengan Lo = Panjang diri
L’ = Panjang yang diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap benda dengan kecepatan v.
Dari persamaan (6) terlihat bahwa hubungan antara Lo dan L’ ditentukan oleh g . Karena nilai g ³ 1 atau harga
 Image29.gif (1043 bytes) £ 1 , maka L’ < Lo.
Contoh 1
Sebuah pesawat ruang angkasa diukur panjangnya 100 m ketika berada dalam keadaan diam terhadap seorang pengamat. Jika pesawat terbang terhadap pengamat dengan kecepatan 0,8c , berapa panjang pesawat yang bergerak menurut pengamat yang diam ?.
Penyelesaian
Panjang benda yang diukur oleh pengamat yang diam terhadap benda (panjang sebenarnya) Lo = 100 m. Panjang benda yang bergerak (v = 0,8c) diukur oleh pengamat yang diam L’ akan lebih pendek, sesuai dengan persamaan (6).

Image30.gif (1226 bytes) = Image31.gif (1265 bytes) = Image32.gif (1117 bytes) .

Pemuluran Waktu (Time Dilation)
Kita perhatikan Gb.1, berapa lamakah selang waktu yang diamati oleh pengamat di S dan S’ ? Apakah pengukuran selang waktu tersebut sama ? Hasilnya ternyata tidak sama. Kejadian ini menunjukkan bahwa selang waktu suatu peristiwa bergantung pada kerangka acuan tempat pengamat berada. Manakah yang benar, selang waktu yang diukur oleh pengamat di S atau S’ ? Kedua- duanya benar sebab keduanya menyatakan keadaan yang berbeda. Selang waktu akan lebih singkat bila diamati oleh pengamat yang diam terhadap kejadian. Peristiwa perbedaan waktu inilah yang disebut pemuluran waktu (time dilation), yaitu waktu yang diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap kejadian seolah- olah mulur.
Pengamat di S mengamati kejadian dalam selang waktu Image33.gif (981 bytes), sedang pengamat di S’ mengamati kejadian tersebut dalam selang waktu Image34.gif (1006 bytes) .
Hubungan D t dan D t’ diturunkan dari transformasi Lorentz pada persamaan (5) yaitu:
Image35.gif (2003 bytes)
dengan memasukkan harga g , maka diperoleh
Image36.gif (1414 bytes)
dengan D t = waktu diri (propet time)
D t’= selang waktu yang diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap kejadian dengan kecepatan v.
contoh 2
Dua orang anak kembar A (pria) dan B(wanita) berpisah pada umur 20 tahun. A pergi mengembara ke suatu bintang berjarak 20 tahun cahaya dengan mengendarai roket berkecepatan 0,8c. Kemudian A kembali ke bumi pada saat B merayakan ulang tahunnya yang ke- 70. Pada saat itu umur A adalah ......
penyelesaian
Umur B di Bumi yang bergerak terhadap A telah bertambah sebanyak D t’ = (70-20) = 50 tahun. Jadi umur A yang diam terhadap roket akan bertambah sesuai dengan waktu diri D t seperti pada persamaan (7).

Image37.gif (1897 bytes)
Efek Doppler (Doppler Effect)
Jika kita mendekati sumber bunyi atau sumber bunyi mendekati kita maka akan terjadi "Penambahan Tinggi Nada". Tetapi jika kita menjauhi sumber bunyi atau sumber bunyi yang menjauhi kita akan terjadi "Penurunan Tinggi Nada". Perubahan frekwensi ini merupakan efek Doppler yang asal- usulnya dapat kita cari secara langsung. Misalnya, gelombang berturutan yang dipancarkan oeh sumber yang bergerak ke arah pengamat lebih berdekatan daripada normal karena majunya sumber tersebut, dan karena jaraknya adalah panjang gelombang bunyi, maka frekwensinya akan menjadi lebih tinggi. Hubungan antara frekwensi sumber fo dan frekwensi pengamat f adalah
Image38.gif (1323 bytes)
di sini c menyatakan kelajuan bunyi, v kelajuan pengamat (+ jika ia bergerak ke arah sumber dan - jika ia menjauhi sumber), V kelajuan sumber (+ jika bergerak ke arah pengamat dan - jika bergerak menjauhinya). Jika pengamat dalam keadaan diam, v = 0, dan jika sumbernya diam V = 0.
Efek Doppler untuk bunyi, perubahannya tergantung pada jenis sumbernya, atau pengamatnya atau keduanya bergerak yang seakan- akan bertentangan dengan prinsip relativitas: semuanya hanya bergantung dari gerak relatif antara sumber dan pengamat. Tetapi gelombang bunyi hanya terjadi dalam medium materi seperti udara atau air, dan mediumnya itu sendiri merupakan kerangka acuan; terhadap kerangka ini gerak sumber dan pengamat dapat diamati dan diukur. Jadi tidak ada kontradiksi. Dalam kasus cahaya, tidak berkaitan dengan medium dan hanya gerak relatif antara sumber dan pengamat saja yang berarti. Jadi efek Doppler dalam cahaya harus berbeda dengan efek tersebut dalam bunyi.
Kita dapat menganalisa efek Doppler cahaya dengan memandang sumber cahaya sebagai lonceng yang berdetik fo kali per detik dan memancarkan cahaya setiap tik seperti terlihat pada Gb.3 berikut ini.
para_k1.gif (3439 bytes)
(a)                             (b)                              (c)
Gb.3. Frekwensi cahaya dalam efek Doppler

(a). Pengamat bergerak tegak lurus antara dirinya dengan sumber cahaya. waktu diri antara tik adalah t0 = 1/fo, sehingga antara suatu tik dengan tik berikutnya terdapat selang waktu sebesar Image39.gif (1091 bytes) dalam kerangka acuan pengamat. Jadi frekwensi cahaya yang teramati
Image40.gif (2397 bytes)

(b) Pengamat menjauhi sumber cahaya. Sekarang pengamat menempuh jarak vt menjauhi sumber antara dua tik; ini berarti cahaya dari suatu tik tertentu mengambil waktu vt / c lebih panjang untuk sampai kepadanya dibandingkan dengan sebelumnya. Jadi waktu total antara kedatangan gelombang yang berturutan adalah
Image41.gif (3043 bytes)
Frekwensi yang teramati f lebih rendah daripada frekwensi sumber fo. Hal ini tidak sama dengan kasus gelombang bunyi yang menjalar relatif terhadap medium; dalam hal cahaya tidak terdapat perbedaan apakah pengamatnya menjauhi sumber atau sumbernya yang menjauhi pengamat.
(c). Pengamat mendekati sumber cahaya. Pengamatnya dalam hal ini menempuh jarak vt menuju sumber antara tik, sehingga masing- masing gelombang cahaya mengambil vt/c lebih sedikit waktu untuk datang daripada yang sebelumnya. Dalam kasus ini T = t - vt/c dan hasilnya adalah
Image42.gif (1501 bytes)
Frekwensi yang teramati lebih tinggi daripada frekwensi sumber. Rumusan yang sama berlaku juga untuk gerak sumber mendekati pengamat.
Persamaan (11) dan persamaan (10) dapat digabung dalam satu rumusan yang kita kenal dengan ‘Efek Doppler Longitudinal Cahaya’ yang besarnya adalah
Image43.gif (1326 bytes)........................................(12)
dengan mengambil konvensi f (+) untuk sumber dan pengamat saling mendekat dan (-) untuk sumber dan pengamat saling menjauhi.
Efek Doppler cahaya merupakan alat yang penting dalam astronomi. Bintang- bintang memancarkan cahaya dengan frekwensi karakteristik tertentu (berbentuk garis spektrum), dan gerak bintang yang mendekati atau menjauhi bumi terlihat sebagai pergeseran Doppler dalam arah frekwensi itu. Garis spektrum galaksi yang jauh semuanya tergeser ke arah frekwensi rendah sehingga biasanya disebut "Pergeseran Merah". Pergeseran semacam itu menunjukkan bahwa galaksi- galaksi menjauhi kita dan saling menjauhi satu sama lain. Kelajuan menjauhinya teramati secara berbanding lurus dengan jarak; hal ini menimbulkan dugaan bahwa seluruh alam semesta mengembang. Data yang didapat pada saat ini sesuai dengan pengembangan yang dimulai sekitar 13 biliun tahun yang lalu dengan meledaknya massa mampat dahulu kala (the "big bang"). Gaya gravitasi memperlambat pengembangan itu, dan mungkin (datanya tidak cukup banyak untuk menentukan) pengembangan itu terhenti. Jika hal itu terjadi semesta mulai menciut (crunch) diikuti dengan "big bang" yang lain. Sebaliknya jika tak terhenti pengembangan akan berlangsung selama-lamanya.

Pembahasan
Setelah kontraksi Lorenz, pengerutan waktu dan efek Doppler dapat dijabarkan secara matematis, sekarang kita berada dalam posisi untuk mengerti efek relativistik yang terkenal yang disebut "Paradox Kembar". Paradox ini berkaitan dengan dua lonceng identik, yang satu tinggal di bumi sedangkan yang lain dibawa ikut dalam perjalanan ke ruang angkasa dengan kelajuan v, kemudian dikembalikan ke bumi. Biasanya loncengnya diganti dengan sepasang orang kembar A (pria) dan B (wanita) seperti sudah diungkapkan pada contoh 2; suatu penggantian yang boleh dilakukan, karena posisi kehidupan seperti detak jantung, respirasi dan sebagainya merupakan lonceng biologis yang keteraturannya baik.
Di sini kita akan membahas kasus manusia kembar dalam contoh 2 dimana si kembar A pergi ketika berumur 20 tahun dan mengembara dengan kelajuan v = 0,8c ke suatu bintang berjarak 20 light-years, kemudian ia kembali ke bumi [satu tahun cahaya sama dengan jarak yang ditempuh cahaya dalam satu tahun dalam ruang hampa (vacum). Jarak itu sama dengan 9,46 x 1015 m ]. Terhadap saudara wanitanya B yang berada di bumi, A kelihatannya hidup lebih lambat selama perjalanan itu yang kelajuannya hanya Image44.gif (1371 bytes)  dari B. Berarti untuk setiap 3 kali tarikan napas yang diambil A, B mengambil 5 kali tarikan; untuk setiap 3 suap A makan, B makan 5 suap; untuk setiap 3 hal A berpikir, B berpikir 5 kali. Akhirnya setelah 50 tahun berlalu menurut perhitungan B (to = 2Lo/v = 50 tahun), A kembali dari perjalanan yang mengambil waktu 60 persennya, sehingga A telah meninggalkan bumi 30 tahun lamanya dan ia kini berumur 50 tahun, sedangkan B berumur 70 tahun.
Di manakah letak paradoxnya ? Jika kita periksa situasinya dari pandangan A yang berada dalam roket, B berada dalam keadaan gerak dengan kelajuan 0,8c. Jadi kita bisa mengharapkan B berumur 50 tahun ketika roket kembali ke bumi, sedangkan A berumur 70 tahun. Ternyata hasil sebaliknya yang kita dapatkan.
Pemecahan paradox ini tergantung dari asimetri kehidupan orang kembar itu. Kembar B seluruh waktunya berada dalam kerangka inersial, sehingga B boleh memakai rumusan pemuaian waktu untuk seluruh perjalanan A (kecuali untuk periode percepatan ketika A membalik roketnya, tetapi kita bisa menganggap periode ini jauh sangat kecil). Kembar A, sebaliknya, harus berubah dari satu kerangka inersial ke kerangka inersial lain ketika A membalik roketnya, sehingga pemakaian rumus itu oleh A hanya sah ketika dalam perjalanan menjauhi bumi. Jadi kesimpulan B yang benar, yaitu A akan lebih muda ketika ia kembali.
Jika kita ingin memandang perjalanan A dari sudut pandang A sendiri, kita harus memperhitungkan pengerutan Lorentz jarak ke bintang.
Image45.gif (1542 bytes)
Selang waktu untuk melakukan perjalanan ke bintang adalah L’/v = 12 thn chy / 0,8c = 15 tahun, dan selang waktu untuk kembali ke bumi juga sama dengan 15 tahun. Jadi bagi A seluruh perjalanan ditempuh dalam waktu 30 tahun, dan ia berumur 50 tahun ketika ia kembali ke bumi seperti yang diharapkan oleh saudara kembarnya B. Tentu saja umur A tidak akan diperpanjang terhadap dirinya, karena bagaimanapun panjangnya 30 tahun dalam roket menurut saudaranya B yang berada di bumi, tetap saja 30 tahun bagi dirinya.
Paradox kembar telah menimbulkan kebingungan yang lebih banyak daripada hasil relativitas khusus lainnya, walaupun demikian hasil tersebut sama konsistennya dengan postulat relativitas. Supaya kita puas, marilah kita bayangkan masing- masing orang kembar itu mengirimkan sinyal radio satu kali setiap tahun selama perjalanan A, sehingga mereka dapat merunut proses bertambah tuanya masing- masing. Dalam perjalanan ke bintang, A dan B terpisah dengan kelajuan 0,8c , dan dengan pertolongan penalaran yang dipakai untuk menganalisa efek Doppler kita dapatkan bahwa masing- masing menerima sinyal Image46.gif (1231 bytes)tahun periodenya, karena t0 = 1 tahun. Dalam perjalanan pulang, A dan B saling mendekati dengan kelajuan yang sama, dan masing- masing menerima sinyal lebih sering, dengan Image47.gif (1241 bytes)tahun periodenya.
Dalam waktu 15 tahun (menurut perhitungan A) dalam perjalanan ke bintang, A menerima 15/3 = 5 sinyal dari saudaranya B. Dalam 15 tahun perjalanan kembalinya, A menerima 15/(1/3) = 45 sinyal dari B, sehingga ia menyimpulkan bahwa saudaranya di bumi telah bertambah umurnya sebanyak 5+45 = 50 tahun. Hasil itu sesuai dengan hasil menurut B. Keduanya menyetujui hasil yang menyatakan bahwa B berumur 70 tahun pada saat akhir perjalanan A.
Bagaimana dengan sinyal yang dikirim A ? Dalam kerangka B, saudaranya memerlukan waktu Lo/v = 20 thn chy / 0,8c = 25 tahun untuk perjalanan ke bintang. Karena bintang itu 20 tahun cahaya jauhnya , B terus menerima sinyal A dengan kelajuan satu kali setiap 3 tahun untuk 20 tahun lamanya sehingga A sampai ke bintang itu. Jadi B menerima sinyal dengan selang waktu 3 tahun selama 25 + 20 = 45 tahun, sehingga jumlahnya 45/3 = 15 sinyal. Kemudian untuk sisa waktu 5 tahun dalam perjalanan yang memakan waktu 50 tahun menurut B, sinyal tersebut datang dalam selang waktu yang pendek Image48.gif (862 bytes) tahun, sehingga jumlah sinyalnya Image49.gif (986 bytes)sinyal. Seluruh sinyal yang diterima oleh B di bumi adalah 15 +15 = 30 sinyal dan B menyimpulkan bahwa saudaranya A telah bertambah umurnya 30 tahun selama perjalanannya sesuai dengan perhitungan A sendiri. Sehingga A betul- betul 20 tahun lebih muda dari B pada akhir perjalanan itu, seperti yang diramalkan B berdasarkan pemuluran waktu.
Berdasarkan rumusan-rumusan relativitas, di sini akan diperlihatkan bagaimana kelajuan gerak suatu benda dapat mempengaruhi pertambahan umur seseorang seperti kasus si kembar tersebut. Untuk lebih meyakinkan kita akan pengaruh tersebut marilah kita perhatikan tabel di bawah ini:
No
bila kelajuan A (c)
pertambahan umur A terhadap umur B (%)
saat B berumur 70 thn, maka A berumur (thn)
1
0,1
Image50.gif (1206 bytes)
69,75
2
0,2
97,98
68,99
3
0,3
95,39
67,70
4
0,4
91,65
65,82
5
0,5
86,60
63,30
6
0,6
80,00
60,00
7
0,7
71,41
57,20
8
0,8
60,00
50,00
9
0,9
43,59
57,20
10
1,0
0
20
11
1,1
48.,82 i
20+ 45, 82 i

Terlihat dari tabel bahwa semakin besar kecepatan A (VA = 0,1 c - 0,9 c) , pertambahan umurnya semakin sedikit. Tetapi jika VA = c umur A tidak akan bertambah, artinya bahwa di alam semesta ini tak satu materipun yang dapat bergerak sebesar kecepatan cahaya, bahkan partikel-partikel seperti elektron, proton, muon, quark dan partikel- partikel mikro lainnya hanya bisa bergerak dengan kecepatan 0,998 c . Andai kata A bisa bergerak dengan kecepatan c berarti A akan dapat hidup kembali kemasa lalu. Begitu juga halnya jika VA > c yang terjadi adalah bahwa pertambahan umur A akan bersifat imajiner (i), bila hal itu terjadi berarti A akan dapat hidup kemasa depan.
Apa yang terjadi sehingga A lebih muda dari B ? Satu- satunya jawaban adalah cara kerja alam semesta. Kita bisa meninjau dari pandangan bahwa semua kejadian terdapat dalam kontinum berdimensi - empat yang disebut ruang - waktu dengan tiga koordinat X,Y,Z untuk ruang dan koordinat keempat ict mengacu pada waktu Image51.gif (997 bytes) Di sini kita bisa meninjau lintasan si kembar dalam ruang-waktu secara geometris dan sampai pada kesimpulan seperti tadi, hanya lebih mendalam (more profoundly) dan lebih indah (more elegantly). Tetapi ruang-waktu hanyalah suatu cara untuk memberi kenyataan, sama seperti postulat Einstein juga. Proses penuaan yang asimetrik dari sikembar merupakan akibat dari hukum alam, sama seperti dunia pengalaman kita sehari- hari.

Kesimpulan
  1. Relativitas timbul dari kenyataan bahwa:
  1. Sistem yang bergerak lurus beraturan pada dua buah benda bersifat relatif satu terhadap yang lainnya.
  2. Kecepatan perambatan cahaya dalam ruang hampa adalah sama dalam segala arah dan tidak tergantung pada sumber cahaya maupun pengamatnya
  1. Panjang benda yang diukur oleh pengamat yang diam terhadap benda akan menjadi lebih panjang, sedangkan panjang benda yang diamati oleh pengamat yang bergerak relatif terhadap benda akan menjadi lebih pendek.
  2. Selang waktu bila diamati oleh pengamat yang diam terhadap kejadian akan lebih singkat, sedangkan selang waktu akan lebih panjang bila diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap peristiwa.
  3. Efek Doppler untuk bunyi perubahannya tergantung pada jenis sumbernya dan hanya terjadi dalam medium materi yang sekaligus bertindak sebagai kerangka acuan, sedangkan efek Doppler untuk cahaya tidak berkaitan dengan medium dan hanya gerak relatif antara sumber dan pengamat saja yang diperhitungkan.
  4. Selang waktu dalam paradox kembar merupakan fungsi dari kecepatan. Semakin cepat gerakan suatu benda (mendekati kecepatan cahaya), maka pertambahan waktu yang dimilikinya akan semakin kecil.
  5. Paradox kembar timbul dari efek relativitas yang ditinjau dari pandangan bahwa semua peristiwa yang terjadi pada alam semesta ini bekerja pada kontinum berdimensi empat yaitu ruang-waktu. Namun ruang-waktu hanyalah suatu cara untuk memberi kenyataan bahwa proses penuaan yang asimetrik dari sikembar merupakan akibat dari hukum alam.

    Daftar Kepustakaan
    1. Schwartz. H. M., 1986, Introduction to Special Relativity, New York: McGraw-Hill.
    2. Beiser, A., 1983, Concepts of Modern Physics, New York: McGraw-Hill,inc.
    3. Alonso-Finn, 1982, Physics, New York: Addison-Wesley Publishing Company.
    4. Wangsness, R. K., 1979, Electromagnetics Fields, New York: John Wiley & Sons.
    5. Yarif, A., 1982, Theory and Application of Quantum Mechanics, New York: John Wiley & Sons.
    6. Einstein, A., 1951, The Meaning of Relativity, New York, USA: Crown Publisher, Inc.


click.gif (10333 bytes)

No comments:

Post a Comment