Monday, December 27, 2021

Jual Kentut di Toples

Jual Kentut di Toples, Mantan Bintang TV Ini Raup Rp 726 Juta Seminggu 

Kompas.com - 28/12/2021, 10:01 WIB 

Stephanie Matto, mantan bintang reality show 90 Day Fiance di televisi Amerika Serikat, yang menjual kentutnya di dalam toples, mengaku meraup 38.000 pounds (Rp 726 juta) seminggu. Seorang mantan bintang reality show televisi mengaku menghasilkan 38.000 pounds (Rp 726 juta) seminggu dengan menjual kentutnya di dalam toples. 

Stephanie Matto, yang membintangi acara 90 Day Fiance di Amerika Serikat (AS), mengungkapkan bahwa dia memasukkan kentutnya ke dalam toples bersama dengan beberapa kelopak mawar dan catatan pribadi. 

Dia memanfaatkan 279.000 followers-nya sebagai basis pelanggannya untuk menjual kentutnya, yang dibanderol 1.000 dollar AS (Rp 14,22 juta) per toples. 

Dikutip dari Metro pada Selasa (14/12/2021) baru-baru Stephanie Matto memberi diskon 50 persen. Stephanie Matto terkenal berkat penampilannya di program 90 Day Fiance, untuk memastikan peserta menikah dalam jangka waktu 90 hari yang diminta secara hukum. 

Ia mengungkapkan, dirinya mempersiapkan tubuhnya untuk mengeluarkan kentut dengan makan banyak protein, yogurt, telur rebus, dan kacang-kacangan. 

Dia menambahkan, dia suka membaca sambil menunggu waktu kentut lalu memasukkannya ke dalam toples dengan beberapa kelopak bunga guna menambah aroma, tetapi paling kuat hanya bertahan dua hari pertama. 

"Selama bertahun-tahun, aku mendapat beberapa pesan dari pria dan wanita yang ingin membeli bra, celana dalam, rambut, air mandi, dll," katanya kepada Buzzfeed. 

“Kupikir kentut adalah sesuatu yang menarik, tetapi juga sesuatu yang menyenangkan, unik, dan berbeda. Ini hampir seperti barang baru!" Stephanie Matto sejauh ini telah menjual 97 pesanan dan tampaknya begitu dibanjiri permintaan, sehingga dia bersusah payah memenuhi permintaan tersebut.


Sumber :

https://www.kompas.com/global/read/2021/12/28/100100070/jual-kentut-di-toples-mantan-bintang-tv-ini-raup-rp-726-juta-seminggu?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter.

Sunday, December 12, 2021

Orang Kaya RI Bakal Ngerem Simpan Duit

Orang Kaya RI Bakal Ngerem Simpan Duit, Ada Fenomena Apa?

Selama periode pandemi covid-19, simpanan orang kaya Indonesia meningkat drastis. Hal ini tidak terlepas dari situasi pembatasan aktivitas masyarakat dan ketidakpastian terhadap perekonomian.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan tahun depan situasi akan berubah. Orang kaya mulai 'menghambur-hamburkan' uang seperti sedia kala dengan asumsi kasus positif covid terkendali.

"Melihat tren ini kami perkirakan kemungkinan tren dana pihak ketiga (DPK) di atas Rp 5 miliar tidak setinggi tahun ini," kata Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa akhir pekan lalu.

Meski Dana DPK di atas Rp 5 miliar itu tidak hanya dimiliki oleh perorangan namun juga perusahaan, Purbaya menjelaskan asumsi orang kaya baru membelanjakan uangnya karena masih menunggu kondisi ekonomi yang lebih baik.

Pemerintah, Bank Indonesia (BI) maupun berbagai lembaga internasional memperkirakan ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5%.

Melihat isu makin banyak orang kaya selama masa pandemi ini, Sekretaris LPS Dimas Yuliharto tidak mau berasumsi apakah jumlah orang kaya semakin banyak. Hal ini melihat datanya nilai DPK di atas Rp 5 miliar itu hanya nominalnya saja yang menggemuk, bukan jumlah rekening.

"Dari data jumlah rekening nggak meningkat. Namun semoga memang ini menunjukkan arah yang positif, pertumbuhan ekonomi secara meluas," katanya menjawab pertanyaan wartawan.

Dari data LPS Distribusi Simpanan Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan per 31 Oktober di atas Rp 5 miliar ada 117.198 rekening dengan nilai Rp 3.718 triliun.

Secara total simpanan masyarakat yang ada di bank umum mencapai Rp 7.301 triliun, dengan porsi tiering nominal di atas Rp 5 miliar mencapai 50%.


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20211213085839-4-298725/orang-kaya-ri-bakal-ngerem-simpan-duit-ada-fenomena-apa

Friday, November 12, 2021

Empat Gagasan Teori Konspirasi Iklim

Empat Gagasan Teori Konspirasi Iklim, Fakta Menyebar di COP26 PBB

Kamis, 11 November 2021 12:23 WIB

Teori konspirasi yang mengungkap skeptisisme dan menolak ide soal perubahan iklim menyebar dengan cepat di internet menjelang dan saat berlangsung KTT Perubahan Iklim COP26 PBB di Glasgow, Skotlandia.

Diperkuat dengan bot dan influencer, sejumlah besar konten penolakan perubahan iklim menyebar di media sosial sejak Juni, menurut peneliti di Blackbird.AI.

Platform perusahaan teknologi ini menggunakan algoritme pembelajaran mesin untuk memindai jutaan posting di jejaring sosial utama — termasuk Twitter, Telegram, situs pinggiran, dan lainnya — dan, dibantu analis manusia, mengidentifikasi empat tren penolakan iklim utama yang menargetkan kebijakan perubahan iklim AS dan Eropa, dikutip dari CBS News, Kamis 11 November 2021.

Sebagian besar konten itu menggunakan mekanisme yang juga efektif dalam memperkuat disinformasi COVID-19 dan keraguan terhadap vaksin, menurut CEO Blackbird.AI Wasim Khaled.

"Kami menemukan bahwa tren disinformasi perubahan iklim di jejaring sosial meminjam dari tema yang efektif selama krisis virus corona," katanya kepada CBS MoneyWatch.

"Para aktor tampaknya mengarahkan kemarahan yang sudah membara dalam politik AS terhadap penolakan perubahan iklim. Platform kami menunjukkan ini adalah kampanye terkoordinasi yang tampak seperti serangkaian kampanye independen yang tumpang tindih, terjadi dalam skala besar."


Empat Gagasan

Berikut ini adalah beberapa gagasan "teori konspirasi" tidak berdasar atau meragukan terkait perubahan iklim yang telah beredar secara daring menjelang acara COP26 PBB:

  • 1. Penguncian perubahan iklim akan tiba tidak lama lagi,
  • 2. Sistem uang kripto adalah "netral karbon" dan mengaturnya adalah upaya pengambilalihan yang otoriter,
  • 3. Perubahan iklim dibesar-besarkan — dan bukan disebabkan oleh manusia, dan
  • 4. Perubahan iklim adalah hasil eksperimen rahasia pemerintah.

Sejumlah pemimpin dunia menghadiri KTT yang membahas perubahan iklim, COP26, di Glasgow, Skotlandia, mulai 31 Oktober hingga 12 November.


Apa itu COP26?

Sederhananya, COP26 adalah konferensi terkait iklim terbesar dan terpenting di planet ini sebagaimana dilansir dari situs web PBB. Pada 1992, PBB menyelenggarakan acara besar di Rio de Janeiro, Brasil, yang disebut Earth Summit. Dalam acara tersebut, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) diadopsi.

Lewat UNFCCC, negara-negara sepakat untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer untuk mencegah gangguan berbahaya dari aktivitas manusia pada sistem iklim. Saat ini, perjanjian tersebut memiliki 197 penandatangan.

Sejak 1994, setiap tahun PBB telah mempertemukan hampir setiap negara di bumi untuk mengikuti KTT iklim global atau COP, yang merupakan singkatan dari Conference of the Parties. Seharusnya, tahun 2021 menjadi COP global ke-27. Namun karena pandemi Covid-19, pelaksanaan COP tertunda setahun. Oleh karenanya, tahun ini digelar COP ke-26 dan disebut sebagai COP26.

Delegasi dan pejabat menghadiri KTT Iklim PBB COP26 di Glasgow, Skotlandia, Minggu 31 Oktober 2021. KTT iklim PBB tersebut secara resmi dibuka pada Minggu untuk menjabarkan visi mereka untuk mengatasi tantangan bersama dari pemanasan global.


Baca juga


Peningkatan kelaparan akut juga terlihat di Ethiopia, Haiti, Somalia, Angola, Kenya, dan Burundi, kata badan yang berbasis di Roma itu. (Foto: AP)

Kelaparan Semakin Menjadi-jadi, PBB: Fakta Ini Memicu Krisis


Warga Singapura tetap bermasyarakat dan jaga prokes. (Foto: Istimewa)

Tolak Vaksin, Warga Singapura Wajib Bayar RS Sendiri


Pentingkah COP26?

Berbagai “perpanjangan” UNFCCC telah dinegosiasikan selama COP untuk menetapkan batas produksi emisi gas rumah kaca untuk masing-masing negara yang mengikat secara hukum. Beberapa “perpanjangan” tersebut seperti Protokol Kyoto pada 1997 yang menetapkan batas emisi untuk negara-negara maju yang harus dicapai pada 2012. Selain itu, ada Perjanjian Paris yang diadopsi pada 2015.


Dalam Perjanjian Paris, negara di dunia sepakat membatasi pemanasan global tidak melebihi 2 derajat Celsius, idealnya 1,5 derajat Celsius, serta meningkatkan pendanaan aksi iklim. Dalam COP26, delegasi juga bertujuan menyelesaikan “Paris Rulebook” atau aturan yang diperlukan untuk mengimplementasikan Perjanjian Paris. Kali ini, mereka perlu menyepakati kerangka waktu umum untuk frekuensi revisi dan pemantauan komitmen iklim mereka. Dan pada COP26 kali ini merupakan kesempatan penting untuk mewujudkan aturan-aturan guna mencapai Perjanjian Paris.


ADVERTISEMENT


KONTEN PROMOSI



Wanita 55-an asal Surabaya dengan Baby Face Pakai Ini sebelum Tidur

Gluwty


Situs Kencan Untuk Hubungan Nyata

Profil Asli Yang Dik


Keluarga asal Surabaya Mendadak Kaya dalam 3 Hari setelah Baca Ini

Money Amulet


Pembunuh prostat ditemukan! Para pria harus membacanya sekarang

Prostaform

Darurat Perubahan Iklim

Perubahan iklim telah berubah menjadi darurat global yang mengancam banyak jiwa dalam tiga dekade terakhir. Meskipun ada komitmen baru yang dibuat oleh negara-negara menjelang COP26, beberapa peneliti memprediksi kenaikan suhu global akan naik 2,7 derajat Celsius pada abad ini. Kenaikan suhu sebesar itu pada akhir abad ini akan menyebabkan kerusakan yang sangat masif di muka bumi dan mengakibatkan banyak bencana alam.


Sekjen PBB Antonio Guterres, dilansir kompas.com, dengan blak-blakan menyebutnya sebagai bencana iklim, yang sudah dirasakan hingga tingkat yang mematikan di bagian paling rentan di dunia. Jutaan orang sudah mengungsi bahkan terbunuh oleh bencana yang diperburuk oleh perubahan iklim.


Bagi Guterres, dan ratusan ilmuwan di Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), ambang batas 1,5 derajat Celsius adalah satu-satunya jalan untuk mencegah kerusakan lebih parah di muka bumi. Jam terus berdetak. Dan untuk membatasi kenaikan, dunia perlu mengurangi separuh emisi gas rumah kaca dalam delapan tahun ke depan. Ini adalah tugas besar yang hanya dapat dilakukan jika para pemimpin yang menghadiri COP26 datang dengan rencana yang ambisius, terikat waktu, dan menghapus batu bara secara bertahap untuk mencapai nol emisi.


Sumber :

https://www.ngopibareng.id/read/empat-gagasan-teori-konspirasi-iklim-fakta-menyebar-di-cop26-pbb

Sunday, August 22, 2021

Studi Terbaru Asal Usul COVID-19

Bocoran Asal Usul COVID-19 dari Studi Terbaru Diungkap, Fix dari Luar China?

Jumat, 20 Agu 2021 08:30 WIB


Asal usul COVID-19 masih menjadi misteri. Studi baru kembali mengungkap fakta asal muasal COVID-19 yang menunjukkan penularan Corona terjadi lebih dulu di luar China.

Menurut laporan tersebut, virus Corona beredar di Italia pada akhir Agustus atau awal September 2019. Beberapa bulan sebelum kasus COVID-19 pertama resmi dilaporkan.

Laporan dimuat dalam studi analisis sampel pasien di Italia Utara, tahun 2019, dengan judul 'Molecular evidence for SARS-CoV-2 in samples collected from patients with morbilliform eruptions since late summer 2019 in Lombardy, Northern Italy'. Ada 16 peneliti melaporkan hasil studi setebal 27 halaman tetapi belum peer reviewed.

Mereka menemukan bukti dari penyelidikan 435 sampel kulit yang dikumpulkan di wilayah Lombardy, Italia terkait campak dan rubella dari 2018 hingga awal tahun. Dari sampel kulit tersebut, para peneliti di Universitas Milan dan Institut Kesehatan di Roma mengungkap infeksi SARS-CoV-2 ditemukan di 13 subjek.

"Di mana kasus positif paling awal adalah pada 12 September 2019," sebut para peneliti, dikutip dari Xinhua News.

Sementara itu, tidak ada bukti infeksi yang jelas ditemukan dalam 281 sampel yang dikumpulkan antara Agustus 2018 dan Juli 2019, menurut laporan tersebut.

"Kami memperkirakan nenek moyang SARS-CoV-2 dari infeksi manusia yang diketahui muncul pada akhir Juni-akhir Agustus 2019," kata para peneliti.

Asal usul Corona masih menjadi perdebatan hingga kini. Tidak sedikit yang menilai COVID-19 'bocor' dari laboratorium Wuhan. Karenanya, WHO meminta investigasi ulang asal usul Corona di lab Wuhan tersebut, untuk menepis tudingan yang beredar.

Namun, China belum menyetujui permintaan investigasi asal usul Corona tersebut. China berdalih, permintaan tersebut tidak ilmiah dan hanya berkaitan dengan kepentingan politik.

"Kami menentang penelusuran politik... dan mengabaikan laporan bersama (yang dikeluarkan setelah kunjungan tim ahli WHO ke Wuhan pada Januari), kata wakil menteri luar negeri Ma Zhaoxu pada wartawan, dikutip dari Channel News Asia.


Sumber:

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5689092/bocoran-asal-usul-covid-19-dari-studi-terbaru-diungkap-fix-dari-luar-china

Monday, July 26, 2021

4 Teori Aneh Stephen Hawking

4 Teori Aneh Stephen Hawking yang Terbukti Benar, dan yang Masih Tanda Tanya 

Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Hawking membuat serangkaian ramalan suram tentang masa depan umat manusia. 

Stephen Hawking merupakan salah satu fisikawan teoritis paling ternama sepanjang sejarah. Dia terkenal karena penampilannya yang popular dan perjuangannya melawan penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS). 

Tapi, pengaruhnya yang sebenarnya berasal dari karirnya yang cemerlang selama lima dekade di bidang sains. Dimulai dengan tesis doktoralnya pada tahun 1966, karya terobosannya berlanjut tanpa henti hingga makalah terakhirnya pada tahun 2018, diselesaikan hanya beberapa hari sebelum kematiannya pada usia 76 tahun.   

Teorinya sering kali tampak aneh pada saat dia merumuskannya. Namun perlahan-lahan diterima secara ilmiah, dengan bukti pendukung baru yang muncul kemudian. 

Dari pandangannya yang menakjubkan tentang lubang hitam hingga penjelasannya tentang awal mula alam semesta yang sederhana, berikut adalah beberapa teorinya yang terbukti benar dan beberapa yang masih belum terjawab, melansir Live Science, Selasa (27/7/2021).   


1. Teori Big Bang diterima secara universal 

Hawking memulai awal yang baik dengan tesis doktoralnya, tentang dua teori kosmologi yang bersaing: Big Bang dan Steady State. Kedua teori ini menerima bahwa alam semesta mengembang, tetapi yang pertama mengembang dari keadaan ultra-compact atau super-padat pada waktu yang terbatas di masa lalu, sedangkan yang kedua mengasumsikan alam semesta telah mengembang selamanya, dengan materi baru yang terus-menerus diciptakan untuk mempertahankan kepadatan yang konstan. 

Dalam tesisnya, Hawking menunjukkan bahwa teori Steady State secara matematis bertentangan dengan diri sendiri. Sebaliknya, dia berpendapat bahwa alam semesta dimulai sebagai titik yang sangat kecil dan padat yang disebut singularitas. Saat ini, deskripsi Hawking hampir diterima secara universal di kalangan ilmuwan.   


2. Lubang hitam itu nyata 

Nama Hawking dikaitkan dengan lubang hitam, yang terbentuk ketika sebuah bintang mengalami keruntuhan total di bawah gravitasinya sendiri. Hal ini muncul dari teori relativitas umum Einstein, yang diperdebatkan selama beberapa dekade ketika Hawking mengalihkan perhatiannya pada awal 1970-an.   

Dengan jenius, dia menggabungkan persamaan Einstein dengan persamaan mekanika kuantum, mengubah apa yang sebelumnya menjadi abstraksi teoritis menjadi sesuatu yang tampaknya benar-benar ada di alam semesta. Bukti itu ternyata benar ketika pada tahun 2019, Event Horizon Telescope memperoleh gambar langsung dari lubang hitam supermasif yang bersembunyi di pusat galaksi raksasa Messier 87.   


3. Radiasi Hawking 

Lubang hitam disebut memiliki gravitasi begitu kuat sehingga foton, atau partikel cahaya, seharusnya tidak bisa lepas darinya. Namun dalam karya awalnya tentang masalah ini, Hawking berpendapat bahwa ada kebenaran lain daripada hal tersebut.   

Dengan menerapkan teori kuantum, khususnya, gagasan bahwa pasangan "foton virtual" dapat secara spontan dibuat dari ketiadaan, dia menyadari bahwa beberapa foton ini akan tampak terpancar dari lubang hitam. Sekarang teori ini disebut sebagai radiasi Hawking, dan baru-baru ini dikonfirmasi dalam percobaan laboratorium di Institut Teknologi Technion-Israel, Israel. 

Di tempat lubang hitam, para peneliti menggunakan analog akustik, sebuah "lubang hitam sonik" dimana gelombang suara terjebak dan tidak dapat melarikan diri. Mereka mendeteksi radiasi Hawking yang setara persis dengan prediksi fisikawan.   


4. Teorema luas lubang hitam 

Penemuan gelombang gravitasi baru-baru ini yang dipancarkan oleh penggabungan pasangan lubang hitam menunjukkan bahwa Hawking benar lagi. Hawking mengatakan sifat sistem yang diamati konsisten dengan prediksi tentang lubang hitam pada tahun 1970, luas lubang hitam terakhir lebih besar daripada jumlah luas lubang hitam awal." 

Pengamatan yang lebih baru telah memberikan konfirmasi lebih lanjut tentang "teorema luas" Hawking.   


Di luar teorinya yang terbukti kebenerannya, itu, tetapi masih ada beberapa teorinya yang juga belum terbukti seperti berikut ini :  


1. Paradoks informasi 

Sifat dasar material yang membuat lubang hitam tampak hilang selamanya. Pendapat Hawking sendiri tentang misteri itu, bahwa itu tidak benar-benar hilang namun disimpan dalam awan partikel nol-energi yang mengelilingi lubang hitam, yang ia juluki "rambut lembut." Tapi teorema lubang hitam berbulu Hawking hanyalah salah satu dari beberapa hipotesis yang telah dikemukakan, dan sampai saat ini tidak ada yang tahu jawaban yang sebenarnya.   


2. Lubang hitam purba 

Lubang hitam tercipta dari keruntuhan gravitasi materi yang sudah ada sebelumnya seperti bintang. Tetapi mungkin juga beberapa diciptakan secara spontan di alam semesta yang sangat awal, setelah Big Bang.   

Hawking adalah orang pertama yang mengeksplorasi teori di balik lubang hitam primordial tersebut secara mendalam. Ternyata mereka bisa memiliki massa apa pun, dari yang sangat ringan hingga yang sangat berat meskipun yang sangat kecil akan "menguap" menjadi tidak ada karena radiasi Hawking. 

Satu kemungkinan menarik yang dipertimbangkan oleh Hawking adalah bahwa lubang hitam purba mungkin merupakan materi gelap misterius yang diyakini para astronom menembus alam semesta. Namun, seperti yang dilaporkan LiveScience sebelumnya, bukti pengamatan saat ini menunjukkan bahwa ini tidak mungkin.   


3. Multiverse 

Salah satu topik yang Hawking utak-atik menjelang akhir hidupnya adalah teori multiverse, yakni gagasan bahwa alam semesta kita, dengan permulaannya di Big Bang, hanyalah salah satu dari jumlah tak terbatas gelembung alam semesta yang hidup berdampingan.   Dalam makalah terakhirnya pada tahun 2018, Hawking berusaha, untuk "mencoba menjinakkan multiverse." 

Dia mengusulkan kerangka matematis baru yang, meskipun tidak menghilangkan multisemesta sama sekali, menjadikannya terbatas. Tetapi seperti halnya spekulasi tentang alam semesta paralel, kita tidak tahu apakah idenya benar. Dan tampaknya tidak mungkin para ilmuwan dapat menguji idenya dalam waktu dekat.   


4.  Dugaan perlindungan kronologi 

Teori persamaan relativitas umum Einstein termasuk "kurva mirip waktu tertutup", yang secara efektif memungkinkan Anda melakukan perjalanan kembali ke masa lalu Anda sendiri. Hawking merasa merasa perjalanan mundur dalam waktu menimbulkan paradoks logis yang seharusnya tidak mungkin terjadi.   Hingga saat ini kita belum mengetahui apakah perjalanan waktu itu sebenarnya bisa terjadi atau tidak.   


5.  Ramalan kiamat 

Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Hawking membuat serangkaian ramalan tentang masa depan umat manusia.   Ini mengacu dari saran bahwa Higgs boson yang sulit dipahami,  yang menyebutkan memicu gelembung vakum yang akan melahap alam semesta hingga invasi alien dan pengambilalihan kecerdasan buatan (AI).


Sumber :

https://teknologi.bisnis.com/read/20210727/84/1422267/4-teori-aneh-stephen-hawking-yang-terbukti-benar-dan-yang-masih-tanda-tanya?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter.

Thursday, July 22, 2021

Kasus Covid-19 Pertama : Desember di Prancis?

Pasien virus corona pertama di Prancis: Kasus Covid-19 pertama terjadi pada Desember, saat perhatian dipusatkan di Wuhan

6 Mei 2020


Seorang dokter mengatakan virus corona di Prancis satu bulan lebih awal dari yang diperkirakan pada bulan Januari.

Seorang pasien yang dirawat di sebuah rumah sakit dekat Paris pada tanggal 27 Desember karena diduga pneumonia, ternyata terkena virus corona, menurut dokter yang merawat.

Ini berarti virus corona kemungkinan ada di Eropa hampir sebulan lebih awal dari perkiraan sebelumnya.

Dr Yves Cohen mengatakan tes yang diambil saat itu dan baru-baru ini dites kembali. Hasilnya positif Covid-19.

Pasien yang telah sembuh tersebut mengatakan dirinya tidak menyadari di mana dia terkena virus itu karena tidak melakukan perjalanan ke luar negeri.

Mengetahui kasus pertama adalah kunci dalam memahami penyebaran virus.

Organisasi Kesehaan Dunia (WHO) menyatakan kemungkinan akan semakin banyak kasus-kasus yang kemudian diketahui terjadi sebelumnya.

Juru bicara WHO, Christian Lindmeier mendorong berbagai negara untuk memeriksa catatan kasus sejenis agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas terkait wabah ini.

Kementerian kesehatan Perancis mengatakan kepada BBC bahwa pemerintah mendapatkan konfirmasi kasus itu dan akan mempertimbangkan untuk melakukan penyelidikan lanjutan jika memang diperlukan.

Perancis bukanlah satu-satunya negara yang menemukan tes yang dilakukan dan kemudian menunjukkan kasus Covid-19 telah terjadi sebelumnya.

Dua minggu lalu, otopsi di California mengungkapkan kematian terkait corona di Amerika Serikat terjadi satu bulan lebih awal dari pada perkiraan sebelumnya.


Tertular dari istri yang bekerja di bandara

Dr Cohen, ketua unit gawat darurat di rumah sakit Avicenne dan Jean-Verdier di dekat Paris mengatakan pasien kasus pertama yang dimaksud adalah pria berumur 43 tahun dari Bobigny, timur laut Paris.

Dia mengatakan kepada BBC bahwa pasien tersebut terinfeksi sekitar tanggal 14 -22 Desember, karena gejala virus corona baru muncul lima sampai 14 hari kemudian.

Amirouche Hammar masuk rumah sakit pada tanggal 27 Desember karena mengalami batuk kering, demam dan sulit bernafas – gejala yang kemudian diketahui sebagai indikasi utama virus corona.

Ini berarti empat hari sebelum kantor WHO China mengumumkan kasus pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya diketahui terjadi di kota Wuhan, China.

Hammar mengatakan kepada media Perancis, BFMTV bahwa dirinya tidak pernah meninggalkan Perancis sebelum sakit.

Dr Cohen mengatakan dua dari anak pasiennya juga sakit, sementara istrinya tidak memperlihatkan gejala apapun.

Tetapi Dr Cohen menekankan istri pasien bekerja di toko serba ada di dekat bandara Charles de Gaulle dan kemungkinan dia kontak dengan orang-orang yang baru kembali dari China.

Istri pasien itu mengatakan “seringkali pelanggan datang langsung dari bandara, masih membawa koper mereka”.

“Kami berpikir kemungkinan dia seseorang yang tidak menunjukkan gejala,” kata Dr Cohen.


Perhatian ke Wuhan, penyebaran penyakit tidak terawasi di Eropa - Analisa wartawan kesehatan BBC Michelle Roberts

Apakah virus corona memang sudah ada di Eropa sejak akhir tahun 2019, beberapa minggu sebelum diketahui secara resmi dan dinyatakan sebagai ancaman disana?

Ini adalah pemikiran yang muncul setelah dokter Perancis merawat pasien di Paris dengan seluruh gejala corona beberapa waktu sebelum Natal.

Apakah ini mengubah pengetahuan kita? Memang terdapat kemungkinan hasil tes sebuah kesalahan, sehingga tidak mengubah apapun.

Tetapi jika benar, ini berarti penyebaran penyakit tidak terawasi di Eropa sementara seluruh perhatian dipusatkan ke Wuhan China.

Tentu saja laboratorium di Eropa yang memiliki sampel dari pasien dengan gejala serupa sekitar periode itu berkeinginan untuk melakukan tes virus corona untuk lebih meneliti apa yang dapat dipelajari lebih lanjut terkait penyakit baru ini. mengungkapkan penyakit baru ini.


Transmisi di Eropa

Sampai sekarang yang kita anggap sebagai tiga kasus pertama Perancis terkonfirmasi pada tanggal 24 Januari.

Dua orang dari mereka pernah mengunjungi Wuhan – tempat wabah pertama kali diketahui muncul – orang ketiga adalah anggota keluarga mereka.

Tes positif Hammar mengisyaratkan virus sudah ada di Perancis jauh sebelumnya.

Transmisi pertama dari manusia ke manusia di dalam Eropa sampai sekarang diketahui terjadi antara seorang pria Jerman yang terinfeksi rekannya warga China yang mengunjungi Jerman dari tanggal 19 – 22 Januari.

Rowland Kao, profesor epidemiologi hewan dan ilmu data di University of Edinburgh, mengatakan jika terkonfirmasi, maka kasus Hammar menggarisbawahi kecepatan infeksi dari tempat yang seperti jauh, ke tempat lain dunia.

"Ini berarti waktu bagi kita untuk melakukan pengkajian dan pengambilan keputusan menjadi sangat pendek,” kata Prof. Kao.


Bagaimana kasus baru diketahui?

Dr Cohen mengatakan kepada BBC bahwa dirinya berpikir untuk memeriksa semua pasien di UGD yang diduga terkena pneumonia antara tanggal 2 Desember sampai 16 Januari.

Dia menemukan 14 pasien dengan hasil tes negatif radang paru-paru. Dia mencairkan sampel beku dan mengetes untuk mengetahui apakah terdapat Covid-19.

Dia mengatakan dari 14 sampel, satu buah positif Covid-19. Tes kedua pada sampel yang sama juga memberikan hasil positif. Dia menambahkan pemindaian dada pasien juga sejalan dengan gejala Covid-19.

Laporan lengkapnya akan dikeluarkan minggu ini dan akan diterbitkan International Journal of Antimicrobial Agents, kata Dr Cohen.


Sumber :

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52550097

Kasus Covid-19 Pertama : November di Wuhan?

Pasien Pertama Covid-19 Ditemukan, Bantu Lacak Sumber Virus Corona 

Peneliti terus berusaha untuk mengungkap bagaimana dan dari mana virus SARS-CoV-2, yang sekarang menjadi pandemi global ini, menjangkiti manusia. Salah satu yang dilakukan adalah dengan melacak pasien pertama virus SARS-CoV-2. 

Sebelumnya ilmuwan mencurigai kalau virus tersebut berasal dari kelelawar yang melompat ke hewan lain, selanjutnya menularkan ke manusia. Namun kini virus corona telah menyebar di antara orang-orang tanpa perantara hewan. 

Itu mengapa jika peneliti dapat melacak kasus paling awal, mereka mungkin dapat mengidentifikasi hewan inang tempat virus bersembunyi. 

Selain itu, peneliti juga butuh memahami bagaimana penyakit ini menyebar dan menentukan kasus yang tak terdokumentasi berkontribusi terhadap penularannya akan sangat meningkatkan pemahaman tentan ancaman virus ini. 

Dan kini berdasarkan data yang diperoleh South Morning China Post, kasus pertama pertama virus corona berhasil terlacak. Seorang individu berusia 55 tahun yang berasal dari provinsi Hubei, China disebut menjadi orang pertama yang terjangkit Covid-19. 

Kasus tersebut menurut data tercatat pada 17 November 2019, atau sebulan lebih awal dari catatan dokter di Wuhan. 

Setelah terjadi kasus 17 November 2019, sekitar satu hingga lima kasus baru dilaporkan setiap hari. Pada 15 Desember, total infeksi mencapai 27. Kasus harian tampaknya telah meningkat setelah itu, dengan jumlah kasus mencapai 60 pada 20 Desember 2019. 

Dokter di China baru menyadari jika mereka sedang menghadapi penyakit baru akhir Desember 2019. Pada 27 Desember 2019, Zhang Jixian, seorang dokter dari RS Pengobatan Terpadu China dan Barat China Provinsi Hubei memberi tahu otoritas kesehatan bahwa penyakit disebabkan oleh virus corona baru. 

Saat itu, lebih dari 180 orang telah terinfeksi. Meski pasien kasus 17 November 2019 ini telah terindentifikasi, masih ada keraguan benarkan individu tersebut benar menjadi orang pertama yang terjangkit. Masih ada kemungkinan kasus yang lebih awal lagi untuk ditemukan. 

Sementara itu para ahli di seluruh dunia tak berhenti untuk terus mempelajari virus SARS-CoV-2, menguji vaksin, serta memberikan perawatan supaya pandemi global ini segera berlalu.


Sumber:

https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/18/140300223/pasien-pertama-covid-19-ditemukan-bantu-lacak-sumber-virus-corona.

Kasus Covid-19 Pertama : Oktober di Eropa?

Bukan di China, COVID-19 Kemungkinan Lebih Dulu Muncul di Eropa


Jum'at, 23 Juli 2021 - 05:13 WIB


Sebuah studi terbaru ungkap kemungkinan COVID-19 lebih dulu muncul di Eropa dari pada di China. 

Sebuah hasil studi terbaru yang dilakukan oleh para ilmuwan Italia menunjukkan bahwa COVID-19 mungkin lebih dulu muncul di Eropa dari pada di China . Menurut hasil studi tersebut, virus Corona baru telah muncul di Italia pada awal Oktober 2019, dua bulan sebelum Beijing memberi tahu dunia tentang kasus pneumonia yang disebabkan oleh virus yang tidak diketahui.

Para peneliti menguji ulang sampel darah individu untuk kanker paru-paru sebelum pandemi. Tiga sampel ditemukan mengandung antibodi terkait virus Corona, IgM, yang menunjukkan bahwa seseorang baru saja terinfeksi.

"Hasil pengujian ulang ini menunjukkan bahwa apa yang kami laporkan sebelumnya pada pasien tanpa gejala adalah sinyal yang masuk akal dari sirkulasi awal virus di Italia," terang Giovanni Apolone, salah satu peneliti, kepada Financial Times yang dinukil

Namun, hasilnya tidak memberikan bukti konklusif tentang infeksi SARS-CoV-2. Menurut penelitian, tidak ada sampel yang mengandung kadar yang cukup dari masing-masing dari tiga jenis antibodi yang dianggap sebagai bukti infeksi oleh Universitas Erasmus di Belanda, fasilitas yang berafiliasi dengan WHO.

Salah satu ilmuwan yang terlibat dalam penelitian, Gabriella Sozzi, mengatakan hal ini mungkin terjadi karena pada awal pandemi virus kurang agresif dan menular.

Studi ini tidak menjawab pertanyaan tentang asal usul virus Corona baru, tetapi temuannya kemungkinan akan memulai perdebatan tentang masalah ini. Kasus COVID-19 pertama yang diketahui dilaporkan di kota Wuhan di China pada Desember 2019, dengan Eropa melaporkan kasus pertamanya pada Januari 2020. Namun, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa penyakit menular itu bisa muncul di benua itu pada awal November 2019.

Perkembangan terbaru ini terjadi ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintahan Joe Biden secara terpisah melakukan penyelidikan tentang asal-usul penyakit menular, yang menurut Universitas John Hopkins telah menewaskan 4,1 juta orang di seluruh dunia.


Sumber :

https://international.sindonews.com/read/490218/41/bukan-di-china-covid-19-kemungkinan-lebih-dulu-muncul-di-eropa-1626988069

Kasus Covid-19 Pertama : September di Italia?

Virus corona bukan lahir di Wuhan, kasus Covid-19 ditemukan di Italia lebih dahulu

Rabu, 18 November 2020 | 12:15 WIB 


Wuhan, China selama ini dikenal sebagai tempat pertama kali lahirnya virus corona. Namun penelitian menyebut menyebut virus corona diduga sudah muncul di Italia sejak September 2019.

Penelitian virus corona itu memunculkan lagi pertanyaan mengenai asal usul virus corona yang benar, maupun berapa lama pandemi ini akan berlangsung. Studi itu dihelat oleh para ilmuwan di Institut Kanker Milan dan Universitas Siena, di mana hasilnya dipublikasikan di Tumori Journal.

Penelitian virus corona itu berbasis pada analisis sampel darah dari 959 orang, diambil saat pemindaian kanker paru-paru antara September 2019 sampai Maret 2020. Dari 959 sampel, 11 persen di antaranya, atau 111 orang, ternyata mempunyai antibodi yang spesifik terhadap virus bernama resmi SARS-Cov-2 itu.

Mereka yang punya antibodi itu termasuk orang tak bergejala dan tidak menunjukkan gejala yang umum terjadi pada pasien Covid-19. Sekitar 23 sampel positif itu setelah ditelusuri ditemukan pada September 2019, di mana diduga virus itu sudah berdiam di Italia enam bulan sebelum kasus pertama terkonfirmasi.

Studi virus corona itu tak pelak kembali menjadi sorotan. Sebab, selama ini ilmuwan yakin virus corona dimulai dari kota China bernama Wuhan pada Desemner 2019. Dilansir Russian Today Minggu (15/11/2020), temuan yang didapatkan oleh peneliti "Negeri Pizza" sangat berharga karena didasarkan pada sampel darah.

Temuan ini dilaporkan lebih bisa diandalkan dibandingkan penelitian sebelumnya yang bisa saja tidak akurat dalam membaca garis waktu pandemi. Penemuan ini konsisten dengan laporan adanya kesusahan bernapas dan " flu atipikal" yang melanda Italia pada akhir tahun lalu.

Studi lain yang dirilis pada Juni lalu mengungkapkan adanya jejak virus corona di sistem pembuangan air di Italia pada akhir Desember 2019. Penelitian lain juga terjadi di negara lain, seperti di Spanyol di mana ilmuwan mengeklaim menemukan jejak Covid-19 pada Maret 2019.

Analisis dalam data rumah sakit di Amerika Serikat (AS) menemukan adanya pasien dengan "flu aneh", di mana mereka menderita "batuk berat" dan sesak napas. Berdasarkan data yang diambil oleh Universitas Johns Hopkins, secara global kasus virus corona sudah mencapai 54 juta orang. Sebanyak 1,3 juta di antaranya meninggal dunia, dengan AS menjadi negara yang paling terdampak dari kasus infeksi hingga kematian.


Sumber :

https://kesehatan.kontan.co.id/news/virus-corona-bukan-lahir-di-wuhan-kasus-covid-19-ditemukan-di-italia-lebih-dahulu

Kasus Covid-19 Pertama : Agustus di Wuhan?

Covid-19: Kajian kasus di Wuhan muncul sejak akhir Agustus, China sebut hasil itu 'sebagai hal yang konyol'

9 Juni 2020


Muncul polemik setelah satu tim pakar di AS mengatakan virus corona 'mungkin ada di Wuhan sejak akhir Agustus'.

Pemerintah China menggambarkan laporan oleh tim Universitas Harvard, Amerika Serikat, bahwa virus corona mungkin muncul di Wuhan sejak Agustus sebagai "hal yang sungguh konyol".

China melaporkan secara resmi adanya virus corona kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 31 Desember 2019.

Namun tim dari Universitas Harvard, dengan menganalisis foto-foto satelit lalu lintas di sekitar sejumlah rumah sakit di Wuhan, mengatakan warga di sana mungkin telah mulai terinfeksi sejak akhir Agustus 2019.

Menanggapi temuan pakar di Amerika tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengatakan, "Saya rasa ini konyol, sungguh konyol mengambil keputusan berdasarkan observasi artifisal seperti volume trafik."

Hua Chunying mengatakan dirinya "terkejut ketika pertama kali mendengar kajian tersebut".

"Insting saya mengatakan, bagaimana mereka mengasumsikan munculnya virus corona dengan menganalisis jumlah kendaraan di area parkir rumah sakit? Ini kan konyol," kata Hua Chunying dalam keterangan pers di Beijing.

Yang ia tahu, pakar di Komisi Kesehatan Nasional dan di WHO "meragukan kajian tim Harvard".

Laporan Harvard tidak dievaluasi atau diulas oleh sesama saintis dan beberapa pakar mengatakan "sulit mengambil kesimpulan dari data semacam itu".

Seorang pakar di lembaga Scrippt Research Translational Institute mengatakan metode kajian tim dari Harvard "sangat tidak lansung dan tidak tepat".

Apa yang diketahui dari penelitian tim Harvard?

Sebagian warga Wuhan diperkirakan meninggalkan kota tersebut tanpa menyadari mereka terinfeksi virus corona.

Peningkatan lalu lintas yang tampak di sekitar sejumlah rumah sakit di Wuhan, Provinsi Hubei, China, mulai Agustus 2019 mungkin mengindikasikan bahwa virus corona muncul di kota itu lebih awal dari kerangka waktu yang dilaporkan.

Menurut para peneliti Universitas Harvard, foto-foto satelit tersebut menggambarkan adanya kesibukan lalu lintas di luar lima rumah sakit di Wuhan mulai akhir Agustus hingga Desember 2019.

Peningkatan lalu lintas itu bertepatan dengan kenaikan pencarian daring di Wuhan untuk informasi berkaitan dengan gejala-gejala seperti "batuk" dan "diare".

Sejauh ini virus corona diyakini pertama kali muncul di China pada bulan November 2019.

Pihak berwenang melaporkan klaster kasus-kasus pneumonia, yang penyebabnya tidak diketahui, ke WHO pada tanggal 31 Desember 2019.

"Jelas terjadi pergerakan sosial pada tingkat tertentu jauh sebelum kerangka waktu yang sebelumnya diketahui sebagai permulaan pandemi virus corona baru," kata Dr John Brownstein, ketua tim peneliti, kepada saluran televisi di AS, ABC News.

Tim peneliti mengkaji data satelit komersial yang diambil dari luar lima rumah sakit Wuhan, membandingkan data mulai dari sekitar akhir Agustus hingga Oktober tahun 2018 dengan data pada periode yang sama tahun 2019.

Dalam satu kasus, mereka menghitung adanya 171 mobil yang diparkir di salah satu rumah sakit terbesar di Wuhan, Rumah Sakit Tianyou pada Oktober 2018.

Roda perekonomian di Wuhan kembali berputar setelah sempat berhenti total selama karantina wilayah yang ketat.

Data satelit selama periode yang sama tahun 2019 menunjukkan 285 kendaraan di parkir di tempat yang sama, meningkat 67%.

Pada saat yang sama terjadi peningkatan pencarian di internet untuk kata-kata yang berhubungan dengan gejala-gejala virus corona di mesin pencari daring China, Baidu.

"Ini adalah peningkatan pencarian informasi yang menunjukkan bahwa di Wuhan sedang terjadi sesuatu," jelas Dr Brownstein.

"Masih diperlukan banyak penelitian untuk mengungkap sepenuhnya apa yang terjadi ketika itu dan untuk mempelajari tentang bagaimana wabah penyakit itu berkembang dan muncul di masyarakat. Jadi ini hanyalah poin lain dari bukti yang ada."

Apa saja dampak dari penelitian ini?

Wartawan BBC di Beijing, John Sudworth, melaporkan rangkaian data yang digunakan tim peneliti terbatas.

Misalnya, mereka tidak selalu bisa membandingkan citra satelit yang diambil pada hari yang sama pada tahun-tahun yang berturut-turut karena tutupan awan di sebagian foto.

Namun jika memang sudah terjadi infeksi - mungkin tanpa terdeteksi - sebagian orang sudah meninggalkan Wuhan dan bepergian ke luar negeri dan teori itu sesuai dengan beberapa bukti yang ditemukan di sejumlah negara bahwa kasus-kasus Covid-19 muncul lebih awal, jelas Sudworth.

Kendati demikian, mungkin tidak adil untuk menggunakan hasil penelitian ini sebagai bukti adanya upaya menutup-nutupi atau respons lambat yang dilakukan oleh China, lapor John Sudworth.

Alasannya, karena tidak ada informasi sebelumnya tentang penyakit yang mewabah di tengah masyarakat maka mungkin saja terjadi penularan tak terdeteksi sebelum diketahui secara resmi.

Penggunaan masker telah menjadi kebiasaan di China menyusul pandemi Covid-19 yang pertama kali diketahui di Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei.

China melaporkan kasus-kasus pneumonia yang penyebabnya tidak diketahui ke WHO pada tanggal 31 Desember 2019.

Sembilan hari kemudian, pihak berwenang China mengungkapkan mereka menemukan virus corona baru (yang kemudian dinamakan Sars-CoV-2, virus yang menyebabkan penyakit Covid-19) pada sejumlah kasus pneumonia itu.

Wuhan dan kota-kota lain di China menjalani karantina wilayah pada tanggal 23 Januari 2020.

WHO menyatakan Covid-19 sebagai Darurat Kesehatan Global pada tanggal 30 Januari 2020 - menyusul temuan 82 kasus terkonfirmasi di luar wilayah China.


Sumber :

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52977852